Proses jual beli hanya dilakukan diatas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah, artinya obyek tanah yang telah disahkan atau dibuktikan dengan bukti kepemilikan hak atas tanah. Perumusan masalah: 1)Bagaimana status hukum kepemilikan hak atas tanah dari jual beli yang tidak ada persetujuan istri?; 2) Apa akibat hukum dari jual beli hak atas tanah oleh hakim akibat tidak ada persetujuan istri (Studi Kasus Putusan Nomor 246/Pdt.G/2021/PN.Plg Di Kota Palembang)?; 3) Apakah pembatalan jual beli hak atas tanah oleh hakim merupakan bentuk perlindungan hukum bagi pembeli?.Metode pendekatan melalui yuridis normatif, spesifikasi penelitian deskriptif analitis, sumber dan jenis data sekunder yang diperoleh melalui kepustakaan, metode pengumpulan data berupa studi dokumen dan analisis data .Hasil penelitian: 1) Status hukum kepemilikan hak atas tanah dari jual beli yang tidak ada persetujuan istri tidak sah dan batal demi hukum karena merupakan harta bersama berdasarakan Pasal 119 KUH Perdata dan Pasal 36 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.; 2) Akibat hukum dari jual beli hak atas tanah oleh hakim akibat tidak ada persetujuan istri (Studi Kasus Putusan Nomor 246/Pdt.G/2021/PN.Plg di kota Palembang) yaitu berakibat jual beli tanah tersebut tidak sah batal demi hukum atau tidak mempunyai kekuatan hukum; 3) Pembatalan jual beli hak atas tanah oleh hakim sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pembeli terbukti merupakan keputusan yang tepat karena Majelis Hakim mempertimbangkan asas perlindungan hukum bagi Tergugat I guna mendapatkan kepastian hukum hak atas tanah yang di perjual belikan sehingga dapat mendapatkan hak nya.
Copyrights © 2023