Seni grafiti adalah salah satu seni visual jalanan yang akhir-akhir ini digandrungi oleh anak-anak muda. Dalam perkembangannya, anak-anak muda tersebut membentuk komunitas seni grafiti di wilayahnya masing-masing sebagai wadah dalam menyalurkan kreativitas, aktualisasi diri, dan eksistensi diri. Seiring berjalannya waktu, komunitas seni grafiti ini semakin bertambah banyak sedangkan ruang publik untuk memajang karya seni visual mereka sangat terbatas. Hal ini justru memicu konflik internal di antara mereka. Masing-masing komunitas membuat wilayah teritorial mereka sendiri dan mengklaimnya sebagai wilayah kekuasaan mereka. Kondisi seperti ini membuat mereka saling merebut wilayah teritorial tersebut. Akhirnya, konflik ini berujung pada insiden penusukan salah satu anggota komunitas seni grafiti yang sedang berselisih dan masuk dalam ranah pidana. Penelitian ini membahas latar belakang konflik antar komunitas seni grafiti dan bagaimana penyelesaian dari konflik tersebut ditinjau dari sudut pandang ilmu komunikasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus intrinsik. Adapun teknik pengumpulan datanya adalah melalui in-depth interview terhadap tujuh orang anggota komunitas seni grafiti, observasi lapangan, dan pengumpulan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insiden penusukan terhadap salah satu anggota komunitas seni grafiti yang sedang berkonflik itu disebabkan oleh motif eksistensi kelompok. Mereka ingin menunjukkan jati diri, kekuasaan daerah teritorial, sekaligus mendapatkan pengakuan dari sesama komunitas seni grafiti dalam berkarya seni.
Copyrights © 2023