Hutang piutang sebagai salah satu instrumen dalam bantuan pembiayaan bagi yang memiliki masalah keuangan. Hutang piutang diawali dengan proses transaksi antara rahin dengan murtahin mengenai lahan yang akan dijaminkan dengan nominal dana yang akan diberikan murtahin kepada rahin, setelah terjalin kesepakatan maka hak penggunaan lahan akan menjadi milik murtahin sampai rahin melunasi hutangnya kepada murtahin. Konsep hutang piutang ini jika kita cermati maka terdapat pengambilan manfaat oleh pemilik dana kepada penghutang atas hutangnya tersebut, dimana murtahin memanfaatkan hutang yang ia berikan kepada rahin untuk mendapatkan hak guna atas lahan yang rahin gadaikan. Dalam fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002 disebutkan bahwasanya pemanfaatan marhun oleh murtahin pada prinsipnya merupakan hak sepenuhnya dari rahin, akan tetapi didalam fatwa disebutkan bahwasanya marhun boleh untuk dimanfaatkan oleh murtahin namun dalam batas sebagai ganti atas pemeliharaan dan penyimpanaan marhun. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris yang menggunakan data di lapangan untuk dikaji dengan fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002, dengan melakukan pendekatan konseptual dalam peneltian ini untuk mengkaji kaidah-kaidah atau norma-norma hukum yang ada yang berhubungan dengan substansi dalam penelitian ini. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan, dasar pelaksanaan akad rahn adalah tolong-menolong dengan jaminan hanya sebagai bentuk jaminan kepercayaan yang diberikan rahin kepada murtahin. Pemanfaatan atas marhun merupakan sesuatu yang dilarang oleh fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002. Hasil dari penelitian ini adalah bahwasanya dari praktek di desa manggunrejo masih tidak memenuhi dengan ketentuan yang ada di fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002
Copyrights © 2022