Artikel ini bertujuan untuk menganalisis alasan diwajibkannya akad wakalah bagi calon jamaah haji kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mengelola dana haji, serta bagaimana tanggung jawab BPKH dalam pengelolaan dana haji yang diinvestasikan oleh BPKH bekerja sama dengan Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) selaku Bank Peserta LPS. Jenis artikel ini yuridis normatif, dengan pendekatan konsep dan perundang-undangan, menggunakan data sekunder berupa perundang-undangan, buku-buku dan jurnal hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, perjanjian akad wakalah yang ditandatangani oleh calon jamaah haji pada saat melakukan penyetoran awal dana haji atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) kepada BPS BPIH bersifat wajib, karena merupakan syarat mutlak yang ditentukan oleh undang-undang bagi setiap orang yang mendaftarkan haji. Kedua, BPKH bertanggung jawab untuk mengganti kerugian secara renteng antar anggota badan pelaksana dan dewan pengawas atas dana haji yang diinvestasikan oleh BPKH yang dilakukan berdasarkan perjanjian kerjasama usaha (akad mudhorobah muqayyadah) dengan BPS BPIH. Oleh karena itu, untuk melindungi dana haji, ketentuan Pasal 53 ayat (1) UUPKH perlu direvisi dengan memperluas cakupan pihakpihak yang bertanggung jawab secara renteng dalam penginvestasian dana haji, termasuk dengan memasukkan BPS BPIH, apabila investasi itu dilakukan oleh BPKH bekerja sama dengan BPS BPIH.
Copyrights © 2021