Mekanisme pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menimbulkan persoalan ketatanegaraan Indonesia karena sering kali berubah. Berdasarkan praktek, ada 2 (dua) model utama mekanisme pemilihan pimpinan DPR, yaitu berdasarkan sistem paket yang diusulkan oleh partai politik/gabungan partai politik dan berdasarkan sistem perolehan kursi terbanyak hasil pemilihan umum. Perubahan mekanisme tersebut membuat stabilitas politik di internal DPR menjadi terganggu. pada tahun 2014 karena mekanisme pemilihan menggunakan sistem paket yang diusulkan partai politik/ gabungan partai politik menghasilkan penguasaan pimpinan DPR oleh satu kelompok koalisi partai politik saja. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 73/PUU-XII/2014 menyatakan mekanisme pemilihan pimpinan DPR merupakan kebijakan hukum terbuka. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi pustaka dengan mempelajari literatur dan undang-undang yang terkait. Hasil penelitian menunjukkan, hukum itu adalah produk politik, hal ini tercermin dalam pemilihan pimpinan DPR RI yang kenyataannya di tentukan oleh konfirgurasi politik yang menjadi latar belakang. Saat ini, mekanisme pemilihan pimpinan DPR berdasarkan sistem kursi terbanyak hasil pemilihan umum lebih ideal diterapkan.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2023