Para ulama sepakat memenuhi kebutuhan nafkah istri merupakan suatu kewajiban dalam Islam, walaupun masih terjadi silang pendapat mengenai standar nafkah yang layak. Kelalaian dalam memberi nafkah menjadi hutang dan Istri dapat mengajukan fasahk nikah ke pengadilan. Namun Islam menganjurkan setiap nafkah yang diberikan itu harus bersumber dari sesuatu yang halal. Lalu bagaimana hukum nafkah yang diberikan dari penjualan barang haram? Dalam penelitian ini ingin mengkaji lebih dalam bagaimana pandangan tokoh ulama Kota Lhokseumawe tentang hukum menafkahi istri dari hasil penjualan barang haram. Dalam kajian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif. Sebagai bahan primer dalam penelitian ini adalah hasil penelitian lapangan berupa wawancara dengan sepuluh orang informan yang berlokasi di Kota Lhokseumawe. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pandangan tokoh ulama Kota Lhokseumawe tentang hukum menafkahi istri dari hasil penjualan barang haram adalah haram. Namun terkait kewajiban yang dilakukan suami, para tokoh ulama Kota Lhokseumawe berbeda pendapat tentang status nafkah tersebut. Dari sepuluh (10) informan yang diwawancarai, ada lima (5) yang mengatakan gugur kewajiban suami, dan terdapat lima (5) ulama yang mengatakan tidak gugur kewajiban suami dengan berbagai argumen yang mereka kemukakan. Sedangkan dalam hukum Islam hukum nafkah yang diberikan adalah haram karena cara mendapatkannya dari usaha yang haram. Dalam masalah kewajiban suami dapat dikatakan tidak gugur karena nafkah hukumnya wajib maka memakan yang halal juga wajib, dari saling keterikatan antara dua hal yang wajib ini maka member nafkah yang halal dan baik pun hukumnya wajib.
Copyrights © 2024