Ulama mengklasifikasikan perkawinan beda agama menjadi 3 (tiga), yakni perkawinan muslim dengan musyrikah, perkawinan muslimah dengan non muslim dan perkawinan muslim dengan kitabiyah. Para ulama telah sepakat mengenai hukum perkawinan muslim dengan musyrikah dan perkawinan muslimah dengan non muslim. Akan tetapi, mengenai perkawinan muslim dengan kitabiyah, para ulama terjadi khilafiyah. Khilafiyah tersebut dilatarbelakangi perbedaan metode dalam memahami nass yang sama. Oleh karena itu, sangatlah urgen untuk membahas perkawinan beda agama sebagai bahan pertimbangan bagi umat Islam dalam melaksanakan perkawinan. Penelitian ini berbentuk library research (penelitian kepustakaan) dengan pengambilan data difokuskan pada kitab al-Fatawa karangan Mahmud Syaltut. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, Mahmud Syaltut berpendapat bahwa perkawinan beda agama dalam segala bentuknya tidak diperbolehkan. Akan tetapi ketidak bolehan perkawinan muslim dengan kitabiyah menurutnya hanya bersifat kondisional atau kasuistis. Adapun dasar dan metode istimbat hukum Mahmud Syaltut dalam menetapkan larangan perkawinan muslim dengan mushrikah dan perkawinan muslimah dengan non muslim adalah zahirnya nass, yaitu surat al-Baqarah (2): 221 dan surat al-Mumtahanah (60): 10. Sedangkan mengenai perkawinan muslim dengan kitabiyah, walaupun dalam surat al-Ma'idah (5): 5 diperbolehkan, akan tetapi menurutnya perkawinan tersebut mengandung mafsadah sehingga dilarang. Adapun metode ijtihad yang digunakan dalam menetapkan hukum ini adalah Sadd al-Dzari'ah.
Copyrights © 2022