**English**The punishment of stoning (rajm) that agreed upon by Islamic scholars, now faces ongoing rejection particularly in modern times. Mohammad Hashim Kamali, a professor in Islamic law and usul al-fiqh, stands among those who oppose it. This piece aims to delve deeper into Kamali's understanding of the evidence behind stoning punishment, offering analysis and necessary critique. It's a qualitative study, a literature review type, gathering data from books, articles, and related works on Kamali's thoughts regarding stoning, analyzed using an inductive-deductive method. Kamali presents three approaches in rejecting stoning punishment. Firstly, by evaluating and testing the foundations of stoning laws, considering every stoning rationale as doubtful evidence. Secondly, he expands the meaning of doubt (syubhat) as an element found in trial proceedings, incorporating the perpetrator's personality and societal context. The third approach emphasizes repentance in the penal process, advocating for the state to make imposing the death penalty more challenging, providing the individual with an opportunity to improve and reform themselves. The author disagrees with Kamali's ideas. Upon analysis, it's found that Kamali's understanding of the evidence contains several errors. Regarding the expansion of the concept of doubt, it's concluded that Kamali leans towards a Western mindset emphasizing socio-historical approaches in interpreting Sharia law, prioritizing social realities over revelation. Similarly, in terms of repentance, Kamali tends to reject all forms of the death penalty, viewing it as a form of torture, whereas in Islam, such punishment is often symbolized as the highest form of repentance. Furthermore, fundamentally, Hudud punishment cannot be eliminated through repentance. Consequently, this piece concludes that stoning punishment still holds a strong legal **Indonesia**Rajam merupakan hukuman dalam Islam yang disepakati oleh para ulama. Namun, penolakan terhadapnya masih terus bermunculan terutama di zaman modern. Salah satu di antaranya adalah Mohammad Hashim Kamali, seorang profesor di bidang hukum Islam dan ushul fiqh. Tulisan ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut bagaimana pemahaman dalil oleh Kamali terhadap hukuman rajam serta mengajukan analisa dan kritik yang diperlukan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian pustaka. Data dikumpulkan dengan cara  membaca buku, artikel dan karya lainnya yang berkaitan dengan pemikiran Kamali tentang rajam dan dianalisis dengan metode induktif-deduktif. Mohammad Hashim Kamali menyampaikan argumen penolakannya terhadap hukuman rajam dengan menggunakan tiga macam pendekatan. Pertama, dengan evaluasi dan pengujian terhadap dalil-dalil yang menjadi dasar hukum rajam. Beliau menilai bahwa setiap dalil rajam sebagai  doubtful evidence (dalil yang penuh keraguan). Pendekatan yang kedua, Kamali memberikan perluasan makna terhadap konsep syubhat sebagai unsur keraguan yang ditemukan dalam proses persidangan, dan bagaimana kondisi kepribadian pelaku dan bagaimana konteks masyarakat.. Pendekatan yang ketiga, adalah Kamali menekankan konsep repentance (pertaubatan) dalam setiap proses pemidanaan, di mana negara harus mempersulit penjatuhan hukuman mati dan memberikan kesempatan kepadanya untuk memperbaiki dan mereformasi dirinya sendiri. penulis tidak setuju dengan pemikiran Kamali. Setelah dianalisis, pemahaman dalil yang diajukan Kamali mengandung beberapa kekeliruan. Sedangkan dari aspek perluasan makna syubhat disimpulkan bahwa Kamali memiliki kecenderungan pola pikir Barat yang menekankan pendekatan sosio-historis dalam penafsiran hukum syariah, yang menundukkan wahyu kepada realitas sosial. Begitu pula dalam aspek pertaubatan, Kamali cenderung kepada penolakan segala bentuk hukuman mati dan menilai hukuman sebagai bentuk penyiksaan, padahal hukuman tersebut dalam Islam kerap dilambangkan sebagai bentuk pertaubatan tertinggi. Selain itu, pada dasarnya hukuman hudud tidak dapat dihilangkan karena taubat. Walhasil, tulisan ini menyimpulkan bahwa hukuman rajam tetap memiliki dasar hukum yang kuat sebagai bagian dari syariat Islam.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2023