DIMENSIA: Jurnal Kajian Sosiologi
Vol 13, No 1 (2024): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi

Cancel culture pelaku pelecehan seksual di media sosial

Hasna, Asyifa Amalia (Unknown)
Hendratomo, Grendi (Unknown)



Article Info

Publish Date
28 Feb 2024

Abstract

Penelitian mengivestigasi cancel culture pelaku pelecehan seksual di media sosial sebagai salah satu respon terhadap penanganan kasus pelecehan seksual di Indonesia yang belum maksimal. Dengan keterbatasan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang perilaku jahat dan juga tentang cancel culture, sehingga masih pro-kontra marak dalam masyarakat.  Hasil penelitian menunjukkan cancel culture dimaknai sebagai bentuk boikot dan pemberhentian karir seseorang karena dianggap melanggar nilai dan norma masyarakat dan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terkait isu pelecehan seksual. Namun terdapat relasi kuasa oleh pelaku pelecehan seksual yang memiliki status sosial tinggi sehingga mempengaruhi dampak maupun keberhasilan dari cancel culture itu sendiri. Gerakan cancel culture belum sepenuhnya efektif diberlakukan untuk melawan pelecehan seksual karena khalayak tidak sepenuhnya memahami cancel culture dan masih kuatnya budaya patriakhi dalam masyarakat Indonesia.  Research investigates the cancel culture of sexual harassment perpetrators on social media as a response to the inadequate handling of sexual harassment cases in Indonesia. With limited public understanding and knowledge about evil behavior and also about cancel culture, pros and cons are still widespread in society. The research results show that cancel culture is interpreted as a form of boycott and termination of a person's career because it is deemed to violate societal values and norms and increases awareness and vigilance regarding the issue of sexual harassment. However, there are power relations between perpetrators of sexual harassment who have high social status, which influences the impact and success of cancel culture itself. The cancel culture movement has not been fully effective in fighting sexual harassment because the public does not fully understand cancel culture and the strong patriarchal culture in Indonesian society.

Copyrights © 2024