Pembuktian tindak pidana pembunuhan merupakan salah satu elemen krusial dalam sistem peradilan pidana, terutama terkait dengan penegakan keadilan dan perlindungan hak asasi manusia. Namun, kurangnya pelaksanaan autopsi forensik dalam kasus kematian tidak wajar, seperti pada perkara nomor 61/Pid.B/2023/PN.GTO, menimbulkan tantangan dalam menentukan penyebab pasti kematian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan autopsi sebagai alat bukti dan proses pembuktiannya dalam tindak pidana pembunuhan. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus, didukung oleh analisis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa autopsi forensik merupakan standar utama dalam pembuktian kematian yang tidak wajar karena memberikan dasar ilmiah yang kuat untuk menentukan sebab, waktu, dan mekanisme kematian. Namun, dalam kasus ini, ketiadaan autopsi forensik mengurangi keutuhan pembuktian, meskipun visum et repertum digunakan sebagai alat bukti surat yang sah. Implikasinya, diperlukan penguatan regulasi dan infrastruktur untuk memastikan pelaksanaan autopsi dalam setiap kasus kematian mencurigakan guna mendukung proses hukum yang lebih adil dan terpercaya.
Copyrights © 2024