One of the factors behind the emergence of tension and conflict between religious communities is the exclusive interpretation of religious texts. Therefore, to build and maintain peaceful coexistence between religious communities, producing inclusive religious interpretations is necessary. This article aims to examine how Muhammadiyah attempts to answer these needs. This is library research using descriptive-analytical methods. The primary source used is Muhammadiyah's Tafsir At-Tanwir. The inclusiveness of Tafsir At-Tanwir is manifest in the shift in the meaning of the words al-maghḍūb and al-ḍāllīn in Q.S. alFātiḥaḥ/1: 7, which is generally understood in a theological context - which emphasizes the subject dimension - to a sociological context - which emphasizes the cause dimension. Instead of interpreting al-maghḍūb as referring to Jews, Tafsir At-Tanwir interprets it as representing those who oppose the path of knowledge, hard work, and benefit. Similarly, al-ḍāllīn is no longer interpreted as referring to Christians, but as those who follow a path that does not lead to progress, prosperity, or ultimate happiness in the hereafter. On one side, the shift in meaning can be read as an effort from Muhammadiyah to minimize the occurrence of theological debates and/or tensions, and on the other side, it can be read as Muhammadiyah's effort to grow a high culture of civilization, namely by: (a) not becoming a wrathful person for being stupid, lazy, and destructive, and; (b) not becoming a misguided person for not being able to distinguish between ḥaq and bāṭil.Salah satu faktor yang melatarbelakangi munculnya ketegangan dan konflik antarumat beragama adalah penafsiran yang eksklusif terhadap teks-teks keagamaan. Oleh karena itu, dalam rangka membangun dan menjaga koeksistensi hubungan antarumat beragama, produksi tafsir keagamaan yang inklusif mutlak dibutuhkan. Artikel ini bertujuan mengkaji bagaimana Muhammadiyah berupaya menjawab kebutuhan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Sumber primer yang digunakan adalah Tafsir At-Tanwir karya Muhammadiyah. Wujud inklusivitas Tafsir At-Tanwir adalah dengan menggeser makna kata al-maghḍūb dan al-ḍāllīn dalam Q.S. al-Fātiḥaḥ/1: 7 yang umumnya dipahami dalam konteks teologis --yang menekankan dimensi subjek—ke konteks sosiologis --yang menekankan dimensi sebab. Alih-alih memaknai al-maghḍūb sebagai Yahudi, Tafsir At-Tanwir memaknai kata tersebut sebagai bentuk oposisi dari jalan yang penuh ilmu, kerja keras, dan manfaat. Sementara kata al-ḍāllīn tidak lagi dimaknai sebagai Nasrani, tetapi jalan yang tidak mengarah pada kemajuan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dunia akhirat. Di satu sisi, pergeseran makna itu dapat dibaca sebagai upaya dari Muhammadiyah untuk meminimalisir terjadinya perdebatan dan/atau ketegangan teologis, dan di sisi lain dapat dibaca sebagai upaya Muhammadiyah untuk menumbuhkan kultur peradaban yang tinggi, yakni dengan cara: (a) tidak menjadi orang yang dimurkai karena bodoh, malas, dan merusak, dan; (b) tidak menjadi orang yang sesat karena tidak mampu membedakan antara ḥaq dan bāṭil.
Copyrights © 2024