Pulau Sangiang merupakan salah satu pulau yang terletak strategis di Selat Sunda yang sering dikenal dengan julukan Seven Wonders of Banten karena memiliki potensi sebagai tempat wisata dan secara ekonomi dan nilai tanah yang sangat tinggi. Keanekaragaman hayati di sekitar Pulau Sangiang sangat melimpah. Tahun 2018 silam Selat Sunda di terjang tsunami setinggi 15 meter yang disebabkan oleh letusan Gunung Anak Krakatau yang melululantahkan pesisir Banten dan Lampung, termasuk Pulau Sangiang yang merupakan daerah yang terdampak oleh gelombang tsunami. Tsunami tersebut membawa dampak pada ekosistem pesisir yang ada di Pulau Sangiang salah satunya ekosistem mangrove.Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat kerusakan mangrove di Pulau Sangiang sebelum dan sesudah gelombang tsunami tahun 2018 dan mengetahui faktor kerusakan mangrove di Pulau Sangiang menggunakan data citra satelit Sentinel 2A. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisa citra satelit dengan transformasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Metode pengambilan data lapangan dilakukan melalui pengamatan secara langsung dengan menentukan stasiun menyesuaikan dengan kondisi lokasi. Hasil penelitian dengan metode citra satelit Sentinel 2A menunjukan terjadi penambahan luasan mangrove setelah terjadi Tsunami sebesar 3,08 Ha, berdasarkan nilai indeks NDVI mangrove berkisar antara 0.07 sampai 0.75 pada tahun 2017 dan pada tahun 2020 memiliki nilai berkisar antara 0.08 sampai 0.71, sehingga diperoleh nilai tertinggi kerusakan setelah tsunami sebesar 0,610 yang termasuk kedalam kategori baik dan nilai terendah sebesar 0,466 yang termasuk kedalam kategori kerusakan sedang dan terjadi perubahan garis pantai sebesar 19 km setelah tsunami.
Copyrights © 2024