Perjanjian akta jual beli dalam transaksi tanah diatur dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 mencakup bermacam-macam barang, termasuk tanah. Tantangan dan perselisihan muncul akibat kelalaian prosedur, khususnya dalam pendaftaran tanah dan peralihan nama. UU Agraria memberikan hak atas tanah kepada perwakilan hukum, sehingga memungkinkan mereka untuk menggunakan dan mengelola tanah, namun keterlambatan atau kelalaian dalam pendaftaran membahayakan keabsahan transaksi dan meningkatkan sengketa kepemilikan. Untuk menjamin kejelasan, UUPA mengamanatkan keterlibatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau PPAT Sementara, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Pejabat-pejabat ini memainkan peran penting, terlibat dalam persiapan dan dokumentasi yang cermat untuk menetapkan kerangka hukum, menentukan hak dan kewajiban, serta menjunjung tinggi standar hukum, kepentingan, dan transparansi. Mengingat transaksi pertanahan melibatkan investasi besar, PPAT dan pejabat PPAT Sementara bertindak sebagai perantara yang penting, menjembatani kesenjangan antara seluk-beluk hukum dan aspek praktis, memfasilitasi peralihan hak atas tanah secara sah dan memastikan proses yang lancar dan transparan.
Copyrights © 2024