Menurut Pasal 12 POJK No 16 Tahun 2020 Tentang RUPS Perusahan Terbuka secara Elektronik bahwa risalah RUPS secara elektronik wajib dibuat dalam bentuk akta notariil oleh notaris yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan tanpa memerlukan tanda tangan dari para peserta RUPS. Penulis berpendapat bahwa Notaris diberikan kewenangan untuk mengautentikan akta risalah RUPS secara Elektronik. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme pelaksanaaan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan secara elektronik, kepastian hukum terhadap kewenangan Notaris dalam membuat akta risalah RUPS yang diselenggarakan secara elektronik, dan menganalisis kedudukan akta risalah RUPS Perseroan Terbatas (PT) hasil dari penyelenggaraan RUPS dengan menggunakan media elektronik. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris, dengan menggunakan 2 metode pendekatan yaitu berupa pendekatan identifikasi hukum (hukum tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, serta hasil penelitian menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa mekanisme pelaksanaaan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan secara elektronik diatur dalam POJK 15/2020 tentang Rencana dan Pelaksanaan RUPS Perusahaan Terbuka dan POJK 16/2020 tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Secara Elektronik untuk Perusahaan Terbuka, dengan peraturan ini RUPS dapat dilakukan secara Elektronik dan Notaris diberikan kewenangan sesuai Pasal 12 POJK 16/2020, bahwa setiap hasil e-RUPS dituangkan kedalam Risalah Rapat RUPS yang dibuat oleh Notaris yang terdaftar di OJK. Urgensi kepastian hukum terhadap kewenangan Notaris dalam mengesahkan akta risalah RUPS yang diselenggarakan secara elektronik tetap sah dan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan akta risalah RUPS yang dihasilkan dari RUPS konvensional. Sepanjang mekanisme dan syarat-syarat RUPS elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), maka akta risalah tersebut dapat dibuat dalam bentuk akta otentik. Namun karena tidak adanya regulasi atau payung hukum yang jelas mengenai mekanismenya sehingga dalam pelaksanaannya di lapangan sering menemukan hambatan.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025