Perbedaan antara pelaku zina yang sudah menikah (Muhsan) dan yang belum menikah (Ghairu Muhsan), serta kesesuaian hukuman bagi pelaku prostitusi dalam konteks hukum positif, hukum Islam, dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Indonesia. Dengan perkembangan teknologi, prostitusi online telah menjadi praktik umum, di mana pelaku memanfaatkan media sosial untuk menawarkan jasa seksual. Dalam hukum positif, pelaku prostitusi dikenakan sanksi berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tindakan cabul dan peran mucikari. Sementara itu, dalam hukum Islam, prostitusi dianggap sebagai zina dengan sanksi berat, di mana pelaku Muhsan dapat dihukum rajam dan Ghairu Muhsan dihukum cambuk. Meskipun istilah "prostitusi" tidak secara eksplisit disebutkan dalam UU ITE, terdapat ketentuan yang mengatur kesusilaan dan pornografi. Kesimpulannya, prostitusi online merupakan masalah sosial yang kompleks dan diatur oleh berbagai undang-undang, di mana baik hukum positif maupun hukum Islam memberikan sanksi yang berat untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku, serta mempertimbangkan perlindungan anak yang belum mampu bertanggung jawab secara hukum.
Copyrights © 2024