The purpose of this research: To analyze the basis of the judge's considerations in decision number 106/Pid.Sus/2024/PN Mbn and number 104/Pid.Sus/2024/PN Jap as well as analyze the substantial differences in the legal facts considered between decision number 106/ Pid.Sus/2024/Pn Mbn and number 104/Pid.Sus/2024/PN Jap. This research method: uses normative juridical legal research. The results of the analysis show that the judge's basic considerations in both decisions include the elements of the indictment, the perpetrator's intentions, and the severity of the offense. However, there are differences in the context and motivation for the actions carried out by the defendant. In the first judgment, the act of double voting was situational and without clear malicious intent, while the second judgment involved collaboration that increased the seriousness of the offense. These differences have direct implications for election integrity. In rendering a verdict, it may be beneficial to continue to consider factors such as the elements of the charge, the intent of the perpetrator, and the background of the defendant. This approach can strengthen judges' judgment in assessing the severity of violations and their impact on election integrity. Given the substantial differences between the two cases, a contextual assessment of the defendant's actions can be important. Considering the context and motivation behind each action can help in producing decisions that are fairer and reflect the principles of justice Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pemberian sanksi pidana dalam dua perkara yang berkaitan dengan pelanggaran Pemilu, yaitu Putusan Nomor 106/PID.SUS/2024/Pn Mbn dan Putusan Nomor 104/Pid.Sus/2024/PN Jap. Kedua perkara tersebut menguji pelanggaran yang sama, yaitu pemberian suara lebih dari satu kali pada satu atau lebih TPS, yang diatur dalam Pasal 516 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Penelitian ini menggunakan metode analisis normatif dengan pendekatan perbandingan, yang membandingkan pemberian sanksi pidana terhadap terdakwa dalam kedua putusan. Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini menemukan ketidakseimbangan dalam pemberian sanksi, di mana terdakwa dalam Putusan Nomor 106/PID.SUS/2024/Pn Mbn dijatuhi hukuman yang lebih ringan (15 hari penjara), meskipun perbuatannya dilakukan dengan kesengajaan, sementara terdakwa dalam Putusan Nomor 104/Pid.Sus/2024/PN Jap menerima hukuman lebih berat (4 bulan penjara) yang tentunya sesuai karena terdakwa merupakan saksi partai politik yang menjadi alasan pemberat. Kesimpulannya, terdapat ketidakseimbangan dalam penerapan hukuman yang dapat merugikan prinsip keadilan dan konsistensi dalam sistem peradilan. Oleh karena itu, saran yang diberikan adalah agar sistem peradilan dapat memberikan hukuman yang lebih proporsional dan konsisten, dengan memperhatikan bobot pelanggaran dan faktor-faktor yang relevan, seperti kesengajaan dan dampak dari pelanggaran tersebut, guna tercapainya keadilan yang setara.
Copyrights © 2025