Prevalensi global anemia pada remaja berkisar antara 40-88%. Angka kejadian anemia pada remaja putri di negara berkembang sekitar 53,7% dari seluruh remaja putri, prevalensi terbesar terjadi di negara-negara Afrika dan Asia Tenggara, (WHO, 2018). Prevalensi anemia gizi besi pada remaja putri di Indonesia sebesar 22,7%. (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyebutkan bahwa prevalensi anemia pada remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita memiliki risiko tertinggi terkena anemia, terutama remaja putri, dimana pada tahun 2012 angka prevalensi anemia pada remaja putri di Jawa Barat sebesar 51,7%, yang merupakan prevalensi tertinggi di antara provinsi lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa remaja putri yang berisiko anemia di wilayah Sman Cikeas Gunung Putri Bogor masih terbilang cukup besar, yaitu sebanyak 25 orang dari total 35 total sampel yang diwawancarai. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, analitik dengan pendekatan kualitatif desain cross sectional, dimana pengumpulan variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Lokasi penelitian dilakukan di Sman Cikeas Gunung Putri dengan subjek penelitian seluruh remaja putri di Sman Cikeas Gunung Putri Bogor. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data primer dan sekunder. Hasil Evaluasi dari wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada 35 sampel subjek didapatkan 25 remaja putri yang terindikasi mengalami gejala umum anemia, dari hasil wawancara tersebut didapatkan bahwa remaja putri tersebut jarang mengkonsumsi makanan yang bergizi, jarang mengkonsumsi buah dan sayur, serta tidak patuh dalam pemberian TTD Hasil Evaluasi Keluaran (Output) berdasarkan hasil wawancara, dalam edukasi pengenalan anemia telah dilakukan sesuai kebutuhan. Namun berdasarkan hasil observasi lapangan, target belum tercapai dan belum adanya solusi penyediaan produk anti anemia yang sesuai dengan sasaran remaja, sehingga penanganan dan pencarian solusi masih belum maksimal, hal ini terlihat dari banyaknya remaja putri yang enggan mengkonsumsi TTD yang tidak habis sesuai anjuran.Dari pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat permasalahan yang muncul pada kasus anemia pada remaja putri sehingga diperlukan pengembangan dan inovasi yang dapat lebih mendukung penanganan kasus anemia pada remaja putri. Berdasarkan rekomendasi yang diusulkan di atas, hal yang lebih dibutuhkan dan sangat penting untuk saat ini dan kedepannya adalah terciptanya sistem edukasi mengenai anemia dan inovasi jenis produk pencegahannya.
Copyrights © 2025