Notaris memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi akta dan informasi yang diperoleh dalam pembuatan akta sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Namun, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 mengharuskan Notaris melaporkan transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang tampaknya bertentangan dengan kewajiban kerahasiaan. Penelitian ini bertujuan menganalisis regulasi, kewenangan, serta tanggung jawab Notaris dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, penelitian ini menemukan bahwa kedua kewajiban tersebut tidak saling bertentangan. Notaris hanya wajib melaporkan kepada PPATK jika bertindak untuk atau atas nama pengguna jasa. Jika hanya menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam UUJN, maka tidak ada kewajiban untuk melaporkan transaksi mencurigakan. Selain itu, Notaris memiliki tanggung jawab hukum apabila terlibat dalam transaksi yang berkaitan dengan pencucian uang. Untuk itu, Notaris wajib menerapkan asas mengenal pengguna jasa, mengenal pemilik manfaat korporasi, serta melaporkan transaksi yang mencurigakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Copyrights © 2025