Industri penerbangan nasional dalam beberapa tahun terakhir mengalami ‘turbulensi’ yang mengerikan, terutama era pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020-2021. Pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskalan Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Kebijakan ini mempengaruhi perekonomian karena pergerakan orang dan barang menjadi tertahan, termasuk aktivitas angkutan udara. Garuda Indonesia sebagai salah satu maskapai penerbangan nasional mengalami pukulan yang sangat telak karena operasional bisnis hampir berhenti total. Penerimaan dana dari aktivitas penerbangan tersendat, namun kewajiban atas biaya sewa pesawat yang tetap harus dipenuhi. Hal ini menyebabkan keuangan perusahaan hampir kolaps, sehingga beberapa kreditur mengambil langkah hukum lebih lanjut kepada perusahaan. Tak ingin berlarut-larut dengan keadaan ini dan menghindari ancaman yang lebih besar yaitu pailit, Garuda Indonesia mengambil langkah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Keberhasilan PKPU berpengaruh terhadap kinerja laporan keuangan Garuda Indonesia pada tahun 2022. Salah satu pengaruhnya adalah perusahaan berhasil membukukan laba bersih setara Rp56,7 triliun dan merupakan laba tertinggi dalam sejarah perusahaan. Pendapatan karena restrukturisasi utang yang diperoleh Garuda Indonesia menjadi pokok bahasan utama dalam karya ilmiah ini.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024