Pencantuman nama dan tandatangan notaris pada Akta Pernyataan Keputusan Rapat (untuk selanjutnya disebut ”Akta PKR”) yang dibuatnya, sering ditafsirkan bahwa notaris sebagai pihak dalam akta, sehingga ketika isi akta dipermasalahkan dan terjadi konflik antara para pihak, notaris sering ditempatkan sebagai tergugat atau turut tergugat. Mendudukkan dan menempatkan notaris dengan kualifikasi seperti itu, maka telah terjadi kriminalisasi terhadap jabatan notaris ketika ia dalam pelaksanaan tugas jabatan notaris, misalnya pada contoh kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 94/Pdt.G/2021/PN Srg. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Data yang diperoleh dianalisis secara kualititatif. Hasil tulisan menunjukkan bahwa tindakan Notaris BU dalam membuat akta PKR tidak masuk kedalam kelalaian ataupun kesalahan dikarenakan tidak ada kewajiban hukum yang tidak dipenuhi atau dilanggar dalam proses pembuatan akta PKR. Keterlibatan notaris dalam akta PKR hanya sebatas kewenangannya untuk menuangkan keterangan para pihak ke dalam akta autentik yang didasarkan pada notulen RUPS dan memastikan kebenaran formal telah terpenuhi, sehingga apabila ada keterangan palsu yang disampaikan oleh penghadap haruslah menjadi tanggung jawab dari para pihak tersebut. Upaya dalam meminimalisir kriminalisasi terhadap notaris dalam pembuatan akta PKR adalah penerapan prinsip kehati-hatian dan bertindak saksama, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025