Hasil PISA 2022 menunjukkan bahwa 41,1% pelajar Indonesia hanya mampu menggunakan ilmu pengetahuan dasar untuk mengidentifikasi fenomena ilmiah yang sederhana, serta tidak mampu menggunakan konsep ilmiah abstrak untuk menjelaskan fenomena yang lebih komplek, membuat hipotesis, prediksi, ataupun mempertanyakan dan mengidentifikasi keterbatasan data ilmiah. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran IPA lebih menekankan pada IPA sebagai produk saja, peserta didik dibebankan pada pencapaian pengetahuan yang harus dikuasai sementara IPA sebagai proses tidak diimplementasikan dalam pembelajaran. Padahal keterampilan proses adalah fondasi bagi tumbuhnya kreativitas, kapasitas berpikir, dan kemampuan pemecahan masalah yang sangat dibutuhkan di masa depan. Penelitian ini menganalisis secara mendalam penguasaan keterampilan proses sains pada mahasiswa calon guru MI/SD, untuk memastikan bahwa mereka memiliki kompetensi yang diperlukan dalam mengajar IPA di tingkat dasar. Pengujian dilakukan menggunakan instrumen tes yang mengacu pada indikator KPS dasar dan terpadu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecakapan mahasiswa PGMI pada KPS dasar berbeda dengan KPS terpadu. Keterampilan mengobservasi, mengukur, memprediksi, dan menghubungkan ruang dan waktu yang termasuk dalam KPS dasar tergolong dalam kategori baik. Meskipun keterampilan mengklasifikasi dan menyimpulkan merupakan KPS dasar namun tergolong dalam kategori kurang dan sangat kurang. Keterampilan yang termasuk dalam KPS terpadu mahasiswa PGMI masuk dalam kategori kurang dan sangat kurang. Keterampilan membuat hipotesis berkategori kurang, sementara keterampilan dengan kategori sangat kurang adalah keterampilan merancang percobaan, mengontrol variabel, dan menafsirkan data. Penelitian ini merekomendasikan adanya kegiatan praktikum sederhana dalam pembelajaran mata kuliah IPA dan variasi model pembelajaran seperti PBL.
Copyrights © 2025