Anak merupakan generasi penerus bangsa, dan pencatatan kelahiran merupakan dasar hukum yang penting bagi negara dalam menjamin pelaksanaan hak-hak anak. Oleh karena itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, sebagai perwakilan negara di Malaysia, memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak anak dengan memberikan catatan kelahiran yang mencakup identitas diri dan status kewarganegaraan Indonesia. Penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kewenangan KBRI Kuala Lumpur sebagai lembaga perwakilan negara, serta mengkaji permasalahan yang muncul terkait pencatatan kelahiran dan solusi penyelesaiannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dengan pengumpulan data melalui studi pustaka. Data yang digunakan berupa data sekunder, seperti buku, jurnal, dan tulisan dari para ahli. Sumber hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, termasuk undang-undang, Keputusan Presiden, dan Konvensi yang berlaku. Data tersier, seperti kamus dan sumber internet, juga digunakan untuk mendukung penulisan ini. Selain itu, wawancara digunakan sebagai bahan pendukung untuk melengkapi data. Kewenangan KBRI Kuala Lumpur dalam memberikan pencatatan kelahiran, termasuk identitas diri dan status kewarganegaraan, dilaksanakan oleh Atase Hukum bagian Kewarganegaraan, yang bekerja sama dengan pihak Konsuler. Anak hasil perkawinan campuran yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun memiliki kewarganegaraan ganda terbatas dan dilengkapi dengan Affidavit (fasilitas keimigrasian semacam paspor tempel). Bagi anak yang lahir dari nikah siri, atau yang tidak diketahui orang tuanya serta tidak memiliki dokumen, KBRI tetap memberikan catatan kelahiran dengan menyertakan keterangan tambahan.
Copyrights © 2025