Anak terkait terorisme itu sebenarnya merupakan korban dari perekrutan karena mudah dicuci otaknya dan korban indoktrinasi konsep jihad yang kebablasan. Oleh karenanya sangatlah menarik dan penting untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana pengaturan anak sebagai pelaku tindak pidana terorisme berdasarkan Hukum Pidana Indonesia? dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana terorisme berdasarkan Hukum Pidana Indonesia? Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual serta menggunakan data sekunder yang diperoleh dari sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, serta menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dari hasil penelitian didapat bahwa perlindungan Hukum terhadap anak yang terlibat dalam tindak pidana terorisme terdapat dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU PTPT) pasal 19 dan16A dan UU SPPA belum mengatur penanganan Anak terlibat dan terkait terorisme. Akan tetapi anak tetaplah anak yang harus dilindungi dan dipenuhi semua hak-haknya. Anak sebagai pelaku terorisme tidak bisa dianggap sebagai pelaku kejahatan, melainkan korban kejahatan, korban jaringan terorisme, korban doktrin, eksploitasi pemikiran, propaganda dari ajakan orang tua atau orang dewasa di sekitarnya sehingga harus dilindungi secara khusus. BNPT, Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) membuat peraturan bersama tentang perlindungan hukum terhadap anak yang terlibat dalam tindak pidana terrorisme dalam melindungi anak korban jaringan terorisme secara lebih komprehensif.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025