Pernikahan siri tentunya akan berdampak kepada anak yang mereka lahirkan. Artikel ini membahas tentang persepsi Kepala KUA terhadap kedudukan wali nikah bagi anak hasil nikah siri dalam tinjauan Maqashid Syariah. Merupakan penelitian kualitatif, sifatnya deskriptif, menggunakan pendekatan empris normatif. Subjek penelitian yaitu Kepala KUA dan pelaku nikah siri di Samarinda. Hasil kajian, persepsi Kepala KUA terbagi menjadi dua, pertama menyatakan bahwa orang tua dari anak hasil nikah siri dapat menjadi wali karena pencatatan pernikahan adalah syarat administrasi, bukan syarat sahnya perkawinan. Pendapat kedua, pencatatan perkawinan itu bagian dari syarat keabsahannya perkawinan secara hukum agama dan negara sehingga ayahnya tidak boleh menjadi wali kecuali jika ayahnya telah melakukan sidang isbat nikah dengan ibunya. Adapun terhadap dua Persepsi yang ada bahwa persepsi pertama lebih diunggulkan karena termasuk pada maqashid dharuriyat yang mana melihat status wali jika sah secara syariat sudah cukup untuk menjadi wali dengan mempertimbangkan jika pernikahan anak hasil pernikahan siri ini ditunda, akan berakibat terjadinya nikah siri yang mengakibatkan terhalangnya maqashid syariah yakni menjaga keturunan. Sedangkan pada pendapat kedua lebih masuk kepada maqashid hajiyah karena bagi anak hasil nikah siri harus menunggu putusan isbat nikah kedua orang tuanya agar bisa menjadi wali dan mengurus administrasi pendaftaran nikah di KUA.
Copyrights © 2024