Perkembangan teknologi informasi, media dan komputer yang semakin luas tanpa batasan-batasannya memberikan dampak positif namun juga dampak negatif, dimana salah satu dampak negatif dalam penyalahgunannya menimbulkan bentuk kejahatan yang sangat merugikan dan meresahkan masyarakat yakni munculnya pelecehan seksual terhadap perempuan yang kian meluas. Tidak hanya meliputi dunia nyata (kontak fisik) saja, namun juga terdapat dalam media massa dimana pelecehan seksual di media massa ini masuk dalam kategori tindakan asusila dan juga dalam bentuk kejahatan seksual terhadap perempuan, karena pelecehan seksual di media massa merupakan suatu sikap penyerangan terhadap fisik dan integritas mental psikologis seseorang. Dalam tatanan wilayah sistem peradilan pidana keadaan tersebut tidak dibarengi dengan peraturan perundang undangan yang cukup kuat untuk menanganinya. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam KUHP Buku II Bab XVI dari pasal 281 sampai dengan 303 bis Tentang kejahatan terhadap kessusilaan dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi dan Elektronik. Sedangkan upaya perlindungan hukum bagi korban merujuk pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Saksi dan Korban terkendala adanya kekosongan hukum dalam memberikan sebuah perlindungan hukum bagi perempuan, dimana faktanya masih banyak kekurangan dalam upaya penegakan hukumnya. Kurangnya keperceyaan terhadap penegak hukum yang menjadikan salah satu kendalanya dan psikologis dari korban sendiri yang kurang untuk mengungkapkan bahwa dirinya telah menjadi seorang korban. Terakhir persoalan yang paling mencolok pada upaya perlindungan hukum bagi korban mimiliki problem tersendiri dengan didadasari kurangnya kesadaran hukum, sedikit lemahnya peraturan dan dari sisi korbannya sendiri.
Copyrights © 2023