Pergelaran pemilu dan pilkada secara serentak tahun 2024 masih meninggalkan jejak politik yang pelik, sehingga sulit menghasilkan proses pemilu yang demokratis dan substantial bagi aspirasi politik rakyat. Hal ini dikarenakan hasil refleksi pilkada tahun 2017 dan pemilu tahun 2019 di Kota Tasikmalaya. Meskipun rule of law politik elektoral sudah diamandemen, dan pengawasan cukup ketat dari KPU dan Bawaslu dalam menghasilkan proses pemilu demokratis. Sepertinya pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak tahun 2024 di wilayah “Kota Santri” masih mengalami hal yang sama, politik lokal sebagai arena pertarungan para oligark yang memperebutkan kekuasaan. Untuk mengetahui hal tersebut, peneliti melakukan wawancara mendalam, observasi lapangan yang intensif, focus group discussion (FGD), danmenelusuri dokumentasi dan kajian literatur lainnya. Berdasarkan temuan yang dipublikasikan pada artikel ilmiah ini menunjukkan beberapa hal. Pertama, sejumlah pengusaha di Kota Tasikmalaya merupakan bekas jaringan patronase Soeharto, yang melanjutkan pola kuasa yang pernah dilakukan para elit Orde Baru di Indonesia. Pengusaha tersebut berhasil menempatkan sejumlah kolega dan keluarganya menjadi pejabat pemerintahan dan elit partai politik berbasis Islam ataupun nasionalis. Kedua, kaum oligark merupakan pengusaha yang tidak lagi melakukan pengaturan politik di belakang layar, mereka semakin terlibat langsung menjadi elit politik, sekaligus membiayai kerabat dan koleganya agar menjadi legislatif maupun eksekutif. Ketiga, kaum oligark tidak lagi didominasi pengusaha pribumi, namun pengusaha keturunan Tionghoa turut melakukan perebutan kekuasaan melalui para pejabat yang dibiayainya. Kata Kunci : Demokrasi, Oligarki, Pemilu dan Pilkada Tahun 2024
Copyrights © 2025