Artikel ini mengupas tentang kaidah tarjih dalam penafsiran Jamaluddin Al-Qasimi studi tafsir Mahasin al-Ta’wil. Di antara kaidah tafsir terdapat istilah yang disebut dengan perbedaan penafsiran (ikhtilaf al-tafsir). Secara umum perbedaan dalam menafsirkan lebih merujuk pada perbedaan dari segi variatif ketimbang kontradiktif serta perbedaan penafsiran di kalangan mufasir lebih sedikit, dibandingkan perbedaan pendapat dari segi ahli fiqh. Selain itu, perbedaan panafsiran juga disebabkan dua persolaan, yaitu: pertama, perbedaan pemahaman dalam berijtihad dari kalangan ulama, dan kedua, adanya nash al-Qur’an memungkin memiliki banyak makna. Hal tersebut, merupakan dasar dibutuhkannya tarjih, sebagaimana yang diuraikan dalam Mahasin al-Ta’wil karya Jamaluddin Al-Qasimi dan telah ditegaskan dalam muqadimahnya. Adapun kaidah yang digunakan dalam pentarjihan dengan al-Qur’an, dengan zahir al-Qur’an, dengan dengan makna nazair al-Qur’an,dengan menggunakan hadismentarjih dengan kebahasaan, mentarjih dengan qira’at para Imam. dengan pendapat mayoritas Ulama. dengan dilalah al-siyaq, berdasarkan madzhab ahli sunah wal jama’ah. dengan menggunakan nasikh-mansukh, dengan asbab al-nuzul. Sedang bentuk-bentuk yang digunakan mentarjih adalah al-sahih, al-sawwab, al-rajih, al-haqq, al-‘asahh, al-azhar, al-aksar, al-aqrab, al-ansab, al-asyhar, al-aujah, al-asybah, al-tahqiq, dan al-muta’ayyin.
Copyrights © 2025