Penelitian ini menelaah paradoks representasi kekerasan seksual dalam film Indonesia berjudul Like and Share (2022). Narasi kekerasan seksual, termasuk yang disampaikan melalui film, berkontribusi dalam membentuk pemahaman sosial terhadap kompleksitas fenomenanya. Sebagai bagian dari dinamika budaya, industri film turut memberi perhatian terhadap isu ini sebagai bagian dari upaya memajukan perfilman nasional yang relevan dengan perkembangan masyarakat. Melalui metode analisis wacana multimodal dari Kress dan Van Leeuwen, penelitian ini berfokus pada tiga bentuk kekerasan seksual yang ditampilkan dalam Like and Share (2022), yakni kekerasan seksual berbasis siber berupa Non-Consensual Intimate Imagery (NCII), kekerasan seksual terhadap anak (child grooming), dan kekerasan seksual verbal. Studi ini mengungkap adanya apropriasi metaforis terhadap wacana feminisme yang memaknai pemerkosaan sebagai ekspresi simbolik dari kekuasaan. Namun, film ini juga berkelindan dengan narasi pasca-feminis (post-feminism), yang mengadopsi unsur-unsur seperti penerimaan positif terhadap seks (sex positivity), normalisasi fantasi dan mitos pemerkosaan (rape fantasies and myths), serta upaya membangun empati penonton terhadap korban—yang justru dapat menghambat pendalaman implikasi politis dari representasi kekerasan seksual dalam film tersebut.
Copyrights © 2025