Kasus senjata api yang melibatkan warga sipil dan juga mantan residivis seharusnya divonis lebih berat untuk membuat efek jera agar tidak mengulangi tindak pidana kembali, namun majelis hakim memvonis pelaku dengan hukuman lebih ringan yaitu 8 tahun penjara, padahal dalam undang-undang nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api tersebut vonis maksimal untuk memiliki senjata api tanpa izin maksimal hukuman mati dan minimal penjara seumur hidup. Hal ini membuat rasa keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban tidak tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap senjata api oleh warga sipil serta hambatan dan upaya dalam menanggulangi senjata api oleh warga sipil di wilayah Kabupaten Aceh Utara. Jenis penelitian yuridis empiris, dengan pendekatan kasus ( pendekatan kasus ), penelitian ini bersifat deskriptif, dengan bentuk penelitian analisis, teknik pengumpulan data dengan penelitian lapangan ( field reserarch ), di analisis secara kualitatif. Hasil penelitian bahwa penegakan hukum terhadap perlindungan senjata api oleh warga sipil di wilayah Kabupaten Aceh Utara dilakukan dengan tindakan investigasi, penyidikan, di kepolisian, penuntutan di kejaksaan dan hukuman di pengadilan. Hambatan yang dialami dalam menganggulangi sarung senjata api oleh warga sipil di wilayah Kabupaten Aceh Utara meliputi kurangnya informasi, sumber daya manusia yang kurang memadai, hambatan kondisi geografis, serta kurang aktifnya peran masyarakat. Upaya yang dilakukan meliputi peningkatan pengawasan di setiap daerah, upaya razia yang rutin, upaya edukasi sosialisasi bahaya senjata api kepada masyarakat. Saran untuk mengatasi permasalahan yang mencakup senjata api oleh warga sipil diperlukan kerja sama antar instansi yang lebih optimal dalam melakukan penegakan hukum.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025