Dewasa ini banyak cendikiawan dan ulama modernis maupun tradisionalis- progresif yang kreatif di dalam pengembangan hukum Islam. Mereka melakukan penjelajahan penafsiran nas keagamaan secara liberal tanpa merasa menghianati jalur transmisi intelektual yang selama ini dipegangi kuat oleh kalangan ulama mazhab. Pemikiran yang mencoba mengotak-atik nas, bahkan meninggalkan nas dalam usahaisibat al-hukm ternyata mendapatkan dukungan dari ulama–ulama tertentu. Ada kesadaran untuk menerima perubahan dan pembaharuan hukum Islam bidang mu’amalah seperti hukum keluarga, ekonomi, sosial, politik. Mereka mendorong keharusan ijtihad dan talfiq, dan redefinisi makna qat’i (tidak terikat makna teks nas), ke dalam bentuk perundang-undangan positif maupun fatwa ulama. Lahirlah beberapa undang-undang maupun fatwa ulama yang mengutamakan maslahah sebagai pertimbangan hukum pertama. Bahkan dari sisi metodologis, pembentukan undang-undang maupun fatwa ulama di Indonesia, seperti U.U. Perkawinan, U.U Wakaf, Kompilasi Hukum Islam dan lain-lainnya dan beberapa Fatwa MUI ada yang tidak memberlakukan nas, kalau tidak dikatakan membatalkan nas sebaliknya mengutamakan pertimbangan rasional, mengutamakan teks fiqh dan sistem pengambilan maraji’nya bukan sekedar memilih salah satu mazhab 4 tetapi mazhab manapun yang dipandang keputusan hukumnya lebih maslahah seperti mazhab dahiri dan mazhab syiah.
Copyrights © 2009