Penelitian ini membahas sengketa perdagangan internasional antara Indonesia dan Uni Eropa terkait larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan Indonesia sejak 1 Januari 2020. Uni Eropa menggugat kebijakan tersebut ke World Trade Organization (WTO) dengan dasar pelanggaran Pasal XI GATT 1994. Putusan panel WTO memenangkan Uni Eropa, namun Indonesia mengajukan banding dan tetap melanjutkan kebijakan hilirisasi sebagai upaya meningkatkan nilai tambah sumber daya alam, menarik investasi asing, serta memperkuat kedaulatan ekonomi nasional.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan analisis deskriptif terhadap peraturan perundang-undangan, doktrin, serta putusan WTO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun putusan WTO bersifat mengikat, Indonesia masih memiliki argumen hukum melalui Pasal XX GATT 1994 tentang pengecualian umum, khususnya terkait konservasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Hilirisasi nikel berpotensi meningkatkan investasi penanaman modal asing, namun juga menimbulkan risiko sosial, lingkungan, dan ketergantungan pada investor asing. Dengan demikian, diperlukan strategi hukum dan kebijakan yang komprehensif untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi nasional dan kepatuhan terhadap hukum internasional.
Copyrights © 2025