Industri manufaktur erat kaitannya dengan aspek hukum perdata, khususnya dalam kontrak bisnis, perjanjian kerja, dan distribusi produk. Supervisor dan manajer non-hukum memiliki posisi strategis karena sering menjadi pihak yang pertama kali berhubungan dengan pemasok maupun pekerja. Kurangnya pemahaman terhadap klausula kontrak dapat menimbulkan kerugian finansial, melemahkan posisi tawar perusahaan, bahkan memicu perselisihan hubungan industrial. Artikel ini bertujuan menelaah urgensi literasi hukum perdata bagi supervisor dan manajer non-hukum dalam menjaga keberlanjutan operasional industri manufaktur. Metode penelitian menggunakan pendekatan normatif yuridis dengan analisis deskriptif-analitis yang memanfaatkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil kajian menunjukkan bahwa literasi hukum perdata memberikan pengaruh signifikan terhadap keabsahan kontrak bisnis, kejelasan perjanjian kerja, serta tanggung jawab dalam proses pengadaan dan distribusi. Kesalahan dalam penyusunan kontrak terbukti dapat berujung pada wanprestasi, gugatan hukum, maupun kerugian reputasi. Untuk mengantisipasi risiko tersebut, strategi mitigasi yang efektif meliputi pembacaan kontrak secara cermat, konsultasi dengan bagian legal, dokumentasi tertulis terhadap penyimpangan, serta pembentukan budaya sadar hukum di lingkungan kerja. Simpulan dari kajian ini menegaskan bahwa literasi hukum perdata merupakan modal strategis yang tidak hanya mencegah sengketa, tetapi juga memperkuat daya saing dan menjamin keberlanjutan industri manufaktur.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025