Beberapa kali potensi dan percikan kasus konflik antarumat beragama di Singkil (sejak awal tahun
2000), dan disorot oleh banyak media, ternyata berimbas meluas pada masyarakat Aceh (secara kolektif), yang berindikasi pada klaim intoleran oleh publik luar. Apalagi, situasi ini terjadi di tengah gencarnya regulasi penerapan Syariat Islam. Jika merujuk pada pondasi persoalan, posisi Singkil sebagai wilayah perbatasan Aceh, yang didiami oleh multi etnik dan agama, menjadikan wilayah ini ârawanâ meletus konflik atas nama multikultural. Situasi ini, kian menciptakan jarak sosial dan budaya antarmanusia. Kepentingan kelompok semakin besar, dan cenderung mengabaikan sisi kemanusiaan antarpemeluk agama. Padahal, tujuan agama, terutama Islam menuntut penganutnya, untuk mengedepankan rasa kemanusiaan paling tinggi, terutama lewat sisi kemanusiaan. Apalagi, implementasi Syariat Islam di Aceh, sisi toleransi umat beragama seyogjanya menjadi sektor paling diperhatikan dalam menopang peradaban Islam yang humanis di Aceh dan jauh dari kesan intoleran. Kajian ini adalah sebuah usaha untuk memetakan jejak rekam konflik antarumat beragama di Aceh Singkil, dan upaya rekonsiliasi damai yang dibangun kembali karena kesadaran akan faktor klan. Selain itu, kajian ini, beruapaya meneropong kembali rekam jejak konsensus dan lesson learn benih-benih perdamaian di Aceh Singkil. Karena itu, menarik melihat bagaimana dialektika damai antarumat beragama seharusnya direkonstruksi secara serius, di tengah kondisi rakyat Indonesia yang sedang bergerak menuju wajah Islam Nusantara. Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan pendekatan sosial, dan paradigma keislaman. Teknik pengumpulan data melalui Library Research (kajian kepustakaan), dan wawancara dengan informan yang dianggap profesional terhadap kajian ini. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa peran dan pengaruh kesadaran akan klan dan etnik begitu besar, dalam upaya rekonsiliasi konflik atas nama agama, guna menjaga keseimbangan sosial antarmanusia di wilayah multikultural seperti Aceh Singkil. Di sisi lain, Syariat Islam di Aceh, dengan mengonsumsi wacana toleransi, tampak mulai ikut memunculkan sisi kemanusiaan dalam menangani beberapa kasus intoleransi yang dapat muncul kapan saja di perbatasan Aceh.
Copyrights © 2015