Dalam perspektif hukum agraria, penelitian ini mengkaji bagaimana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) telah memengaruhi hak-hak tradisional masyarakat adat di Kalimantan. Regulasi hukum terkait hak-hak tradisional masyarakat adat, dampak pembangunan IKN terhadap keberlangsungan hak-hak tradisional, dan efektivitas perlindungan hukum bagi hak-hak tradisional masyarakat adat merupakan tiga isu utama yang disoroti oleh metodologi penelitian normatif dalam studi ini, yang menggabungkan pendekatan legislatif dengan analisis kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat hambatan besar dalam pelaksanaan hak-hak adat, meskipun hak-hak tersebut telah diakui konstitusionalnya dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Dasar Agraria. Terdapat perpecahan dalam pengakuan hak-hak adat akibat sifat politis UU IKN dan ketiadaan keterlibatan masyarakat adat dalam perumusan kebijakan. Sejumlah kelompok masyarakat adat, termasuk Suku Balik dan Kesultanan Kutai Kartanegara, telah mengajukan klaim yang saling bertentangan atas IKN seluas 257.142 hektar sebagai akibat dari pembangunannya. Kedua kelompok ini tidak hanya mempertanyakan legitimasi hak milik, tetapi juga membahayakan norma-norma ekonomi, sosial, dan budaya yang telah lama berlaku. Proses inventarisasi yang belum tuntas dan penundaan pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat selama empat belas tahun menunjukkan bahwa efektivitas perlindungan hukum terhadap hak-hak adat masih belum memadai. Penelitian ini merekomendasikan penguatan regulasi melalui pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat, intensifikasi koordinasi antar kementerian, dan implementasi mekanisme alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrase adat dan restorative justice.
Copyrights © 2025