Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentangPerubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 mengenai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan tonggak penting dalam reformasi tata kelola perusahaan negara di Indonesia. Kehadiran regulasi ini tidak hanya menegaskankembali peran strategis BUMN dalam menjagakedaulatan ekonomi nasional, tetapi juga menataulang struktur, fungsi, dan kewenangan agar lebihsesuai dengan dinamika ekonomi global. Salah satuaspek krusial adalah pemisahan fungsi pengaturan, pengawasan, dan operasional melalui pembentukanBadan Pengelola Investasi, Holding Investasi, dan Holding Operasional. Dari perspektif hukum bisnis, langkah ini bertujuan memperkuat prinsip good corporate governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran. UU ini juga mengatur lebih rincimengenai modal, aset, restrukturisasi, privatisasi, serta mekanisme pengangkatan direksi dan komisarisyang lebih ketat dan profesional. Dalam kontekskemandirian, BUMN diberikan ruang lebih luas untukberoperasi layaknya korporasi modern, denganfleksibilitas dalam pengelolaan investasi dan kemitraan usaha, tanpa mengurangi peran negara sebagai pemegang saham utama melalui kepemilikansaham seri A Dwiwarna. Hal ini menegaskan upayanegara untuk menyeimbangkan kepentingan publikdan efisiensi bisnis. Dengan kerangka hukum baru ini, BUMN diharapkan mampu meningkatkan daya saing, mendorong inovasi berbasis riset dan teknologi, sertamemperkuat kontribusi terhadap pembangunanekonomi nasional. Artikel ini menganalisis sejauhmana UU No. 1 Tahun 2025 dapat mewujudkankemandirian BUMN, sekaligus menempatkannyasebagai aktor penting dalam sistem hukum bisnismodern Indonesia.
Copyrights © 2025