Artikel ini mengkaji konsep i’jaz al-Qur’an, atau mukjizat Al-Qur’an, yang telah menjadi topik diskusi di kalangan pemikir Muslim selama berabad-abad. Al-Qur’an menantang manusia dan jin untuk menghasilkan teks yang setara dengannya, tantangan yang belum pernah berhasil dijawab (QS. [17]: 88). Konsep ini dikenal sebagai tahaddi dan merupakan aspek utama dari keunikan serta ketidakmampuan untuk meniru Al-Qur’an. Berbagai ulama Muslim, seperti al-Nazzam, al-Jahiz, al-Rummani, hingga al-Zamakhshari, telah menyumbangkan teori-teori yang beragam mengenai i’jaz, termasuk teori Sarfa dan nazm. Dalam pandangan modern, Mustafa Sadiq al-Rafi’i dan Sayyid Qutb menekankan ketidakmampuan manusia untuk meniru Al-Qur’an, sementara Bint al-Shati melihat Al-Qur’an sebagai karya yang tidak bisa diklasifikasikan sebagai prosa atau puisi. Di era kontemporer, meskipun tafsir Al-Qur’an sebagian besar masih tradisional, pemikir seperti Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun terus berkontribusi pada diskusi mengenai i’jaz. Kesimpulannya, i’jaz tetap menjadi topik penting dalam kajian Al-Qur’an, yang mencakup aspek teologis, estetis, dan linguistik.
Copyrights © 2000