Penelitian ini mengkaji peranan alat bukti tidak langsung dalam sistem pembuktian peradilan pidana di Indonesia. Indonesia sebagai negara hukum memiliki sistem hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di mana alat bukti yang sah untuk membuktikan perkara pidana meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan hukum yang merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta data primer dan sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Studi ini menunjukkan bahwa alat bukti tidak langsung atau circumstantial evidence memiliki peranan penting dalam memutus perkara pidana ketika tidak ada bukti langsung yang tersedia. Hal ini ditunjukkan dalam kasus Jessica Kumala Wongso dan Wayan Mirna Salihin, di mana putusan hakim didasarkan pada bukti tidak langsung karena tidak ada saksi yang melihat langsung tindakan kriminal yang dilakukan. Penelitian ini menyoroti pentingnya pemahaman hakim terhadap nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat, serta kewajiban hakim untuk mempertimbangkan bukti-bukti yang relevan dan dapat diterima dalam memutus perkara. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan sistem peradilan pidana di Indonesia, khususnya dalam penggunaan alat bukti tidak langsung dalam proses pembuktian.
Copyrights © 2024