Pada millenium ketiga ini, seni mengalami situasi paradoksal : di satu sisi konon ia âtelah berakhirâ (âThe end of artâ kata Arthur Danto dll), di sisi lain seni melebur ke dalam kehidupan sehari-hari, menjadi apa pun juga. Di satu sisi, dalam konstelasi teknokultur hari ini seni selalu dianggap sekedar hal sekunder âseperti tampak dalam kurikulum pendidikan umum-, di sisi lain pada strata masyarakat papan atas seni justru diapresiasi sebagai simbol kemewahan dan keberadaban. Situasi ini menarik, memaksa kita meninjau kembali keterkaitan antara seni dan kehidupan.  Barangkali sebenarnya yang berakhir hanyalah pemisahan ketat antara  âseni tinggiâ dan âseni populerâ yang semakin lama semakin dirasa artifisial dan tendensius, yang juga tidak sesuai dengan kenyataan perkembangan âseni tinggiâ itu sendiri. Barangkali juga yang sebenarnya menghilang hanyalah pretensi âeksklusifâ dari dunia seni itu, sebab dalam kenyataannya kini seni justru dianggap sebagai paradigma utama yang lebih tepat untuk memahami berbagai fenomena kreatif pokok dalam dunia manusia, sejak fenomena kreatif dalam sains, teknologi, industri, ekonomi, hingga politik, gaya hidup dan agama. Dunia manusia tetaplah dunia yang diciptakan danâdibuat-buatânya sendiri alias dunia yang diâseniâkannya. Barangkali akhirnya seni memang bukan hanya soal âkeindahanâ, melainkan lebih perkara âkebenaranâ, kebenaran tentang bagaimana hidup ini ditafsirkan dan dimaknai secara khas oleh manusia. Extension Course Filsafat kali ini hendak merenungi dan mengkaji lebih jauh posisi seni yang paradoksal itu, untuk memperjelas seberapa penting sesungguhnya seni itu dalam kehidupan kita kini.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2014