Perkembangan hukum di Indonesia berupaya mengatur perilaku masyarakat sesuai dengan norma hukum. Namun, dalam praktiknya, terjadi fenomena tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) akibat ketidakpuasan terhadap penegakan hukum yang dianggap tidak adil. Tindakan ini, seperti pengeroyokan, semakin umum terjadi, mencerminkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum formal. Kasus pengeroyokan di Lhokseumawe menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih kekuatan fisik untuk menyelesaikan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana main hakim sendiri dan Untuk mengetahui hambatan dan upaya yang dilakukan oleh penegak hukum dalam menanggulangi terjadinya tindakan main hakim sendiri di Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe. Metode penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian lapangan dengan teknik wawancara. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena tindakan main hakim sendiri di Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, disebabkan oleh ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang dianggap lambat dan tidak adil, serta kurangnya pemahaman hukum. Hal ini mengakibatkan masyarakat memilih menyelesaikan masalah secara langsung. Untuk mengatasi masalah ini, perlu peningkatan profesionalisme dan integritas aparat penegak hukum, serta program edukasi hukum berkelanjutan. Pemerintah disarankan untuk menginisiasi kebijakan sosialisasi guna meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, agar penegakan hukum lebih efektif sesuai dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Copyrights © 2024