ABSTRAKIndonesia telah memasuki era industri 4.0 yang ditandai adanya disrupsi dari segala sektor. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyambut hal ini dengan berbagai transformasi digital untuk memenuhi kebutuhan layanan publik. Salah satu layanan publik yang belum dilaksanakan perubahan dari sistem konvensional menuju sistem elektronik adalah mediasi. Tujuan penelitian ini adalah membahas urgensi kebutuhan mediasi elektronik dalam menunjang layanan publik. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari peraturan perundangan-undangan dan kajian pustaka. Pendekatan analisis konten untuk mengetahui implementasi mediasi elektronik di luar penyelesaian kasus pertanahan dan urgensi penerapannya melalui analisis SWOT. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa mediasi elektronik dapat dilakukan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2022 diiringi dengan perbaikan pada kelemahan dan ancaman yang dapat terjadi agar kendala-kendala yang ada dapat terminimalisir. Kementerian ATR/BPN belum memiliki peraturan atau pedoman secara khusus terkait penyelesaian kasus pertanahan secara elektronik. Mediasi elektronik mampu menyelesaikan permasalahan terkait ketidakhadiran para pihak yang berkasus. Kendala yang paling banyak ditemukan dalam implementasi mediasi elektronik seperti kualitas mediator dan jaringan internet yang belum merata. Solusi yang dapat diberikan adalah peningkatan kualitas mediator dan pembuatan pedoman penyelesaian kasus pertanahan melalui mediasi. ABSTRACTIndonesia has entered the industrial era 4.0 was marked by disruption from all sectors. The Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency of Republic Indonesia welcomed this with various digital transformations to meet the needs of public services. One of the public services that has not implemented a change from a conventional system to an electronic system is mediation. The purpose of this study is to discuss the urgency of the need for electronic mediation in supporting public services. The method used is descriptive qualitative with secondary data collection obtained from laws and regulations and literature review. A content analysis approach to find out the implementation of electronic mediation outside of resolving land cases and the urgency of its implementation through a SWOT analysis. The results of this study are that electronic mediation can be carried out in accordance with Supreme Court Regulation Number 1 of 2016 and Supreme Court Regulation Number 3 of 2022 accompanied by improvements to weaknesses and threats that can occur so that existing obstacles can be minimized. The Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency of Republic Indonesia does not yet have specific regulations or guidelines regarding the electronic resolution of land cases. Electronic mediation is able to solve problems related to the absence of the parties involved in the case. The most common obstacles found in the implementation of electronic mediation are the uneven quality of mediators and internet networks. Solutions that can be given are improving the quality of mediators and making guidelines for settling land cases through mediation.
Copyrights © 2023