Abstract The issuance of PPATK Head Regulation No. 11/2017 on the Principle of Recognizing Service Users by PPAT requires PPAT to report suspicious transactions to PPATK. However, this obligation conflicts with the PPAT's duty to maintain the confidentiality of the deed, including the identity of the parties involved, as stipulated in the PPAT's oath of office. On the other hand, PPATs also face difficulties in implementing the obligation to report suspicious transactions because good relationships with service users must be maintained, and reporting suspicious transactions may risk damaging the reputation of service users. This study aims to analyze the factors that make it difficult for PPATs to implement the Principle of Recognizing Service Users to prevent money laundering, as well as the legal implications for PPATs who do not comply with these provisions. The results show that the main difficulty lies in proving the testimony of the service user and the fear of defamation charges. In addition, higher regulations, such as Government Regulation No. 37 of 1998 jo. PP No. 24/2016, which stipulates that PPAT's obligation to keep information confidential dominates compared to PPATK Head Regulation No. 11/2017. The legal consequences for PPATs who do not apply the Principle of Recognizing Service Users can be in the form of administrative sanctions, in accordance with Articles 31-35 of the Head of PPATK Regulation No. 11 of 2017. Abstrak Terbitnya Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2017 tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh PPAT mewajibkan PPAT untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada PPATK. Namun, kewajiban ini bertentangan dengan tugas PPAT untuk menjaga kerahasiaan akta, termasuk identitas pihak-pihak yang terlibat, sebagaimana diatur dalam sumpah jabatan PPAT. Di sisi lain, PPAT juga menghadapi kesulitan dalam menerapkan kewajiban melaporkan transaksi yang mencurigakan karena hubungan baik dengan pengguna jasa harus dijaga, dan pelaporan transaksi mencurigakan dapat berisiko merusak reputasi pengguna jasa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang membuat PPAT kesulitan dalam menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa guna pencegahan tindak pidana pencucian uang, serta implikasi hukum bagi PPAT yang tidak mematuhi ketentuan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan utama terletak pada pembuktian keterangan dari pengguna jasa dan ketakutan akan tuduhan pencemaran nama baik. Selain itu, peraturan yang lebih tinggi, seperti PP No. 37 Tahun 1998 jo. PP No. 24 Tahun 2016, mengatur bahwa kewajiban PPAT untuk merahasiakan informasi lebih mendominasi dibandingkan Peraturan Kepala PPATK No. 11 Tahun 2017. Akibat hukum bagi PPAT yang tidak menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dapat berupa sanksi administratif, sesuai dengan Pasal 31-35 Peraturan Kepala PPATK No. 11 Tahun 2017.
Copyrights © 2024