Tulisan ini membahas mengenai bagaimana perlindungan HAM substantif dilakukan dalam perkara administratif di PTUN pasca kemunculan perbuatan melawan hukum pemerintah sebagai objek sengketa. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis praktik perlindungan HAM substantif di PTUN dalam perkara yang menggunakan perbuatan melawan hukum pemerintah sebagai objek sengketa seperti PTUN Jakarta Nomor 230/G/TF/2019/PTUN.JKT dan Nomor 99/G/TF/2020/PTUN.JKT. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan studi kasus dan historis, tulisan ini memiliki beberapa temuan. Pertama, kehadiran PTUN secara historis merupakan bentuk check and balances dalam sistem demokrasi sebagai ruang bagi masyarakat untuk mengkoreksi keputusan pejabat negara yang merugikan kepentingannya. Kedua, terdapat perluasan pemaknaan KTUN yang tidak hanya mencakup dokumen tertulis semata di mana turut menyangkut tindakan konkret pemerintah yang diperkenalkan dalam konsep perbuatan melawan hukum pemerintah. Ketiga, Perlindungan HAM secara substantif di PTUN masih belum optimal karena prosedur pembuktian berbasis dokumen menafikan permasalahan substansial yang merugikan kepentingan masyarakat. Kesimpulan tulisan ini adalah pelaksanaan perlindungan HAM substantif di PTUN masih setengah hati karena kemunculan perbuatan melawan hukum pemerintah sebagai objek sengketa tidak diimbagi oleh pergeseran mekanisme pembuktian berbasis dokumen yang menggambarkan paradigma pertimbangan hukum masih ditentukan aspek formil semata dan menafikan aspek substantif dari kerugian masyarakat.
Copyrights © 2025