Kegagalan proyek yang disebabkan oleh perluasan ruang lingkup dan pembengkakan biaya seringkali berasal dari manajemen perubahan yang lemah. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi secara empiris perbedaan kinerja antara dua pendekatan pengendalian perubahan: Strict Change Control (SCC), yang bersifat formal dan birokratis, dan Lightweight Change (LC), yang fleksibel dan adaptif. Menggunakan metode eksperimental berbasis simulasi pada 50 proyek sintetis, studi ini menilai dampak kedua kebijakan tersebut terhadap indikator kinerja proyek utama, yaitu kelebihan biaya dan perluasan ruang lingkup. Data set dirancang dalam kondisi terkontrol (ceteris paribus) sehingga perbedaan hasil dapat dikaitkan sepenuhnya dengan kebijakan perubahan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa metode SCC memiliki rata-rata kelebihan biaya sebesar 3,85%, yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan LC sebesar 7,92%. Selain itu, volume permintaan perubahan dalam LC hampir dua kali lipat dibandingkan SCC, yang menunjukkan risiko lebih tinggi terhadap perluasan ruang lingkup akibat fleksibilitas tanpa pengawasan kumulatif. Temuan ini menekankan pentingnya mekanisme pengendalian perubahan yang ketat untuk menjaga stabilitas biaya dan ruang lingkup proyek. Namun, pendekatan LC tetap relevan untuk proyek inovatif dengan ketidakpastian tinggi. Oleh karena itu, strategi hibrida yang menggabungkan kelincahan LC dan disiplin SCC direkomendasikan untuk keseimbangan optimal antara adaptabilitas dan stabilitas
Copyrights © 2026