Artikel ini bertujuan untuk menggali bagaimana ‘iddah perempuan hamil karena zina berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 53 Ayat 2, serta menganalisis hukumnya. ‘iddah bagi perempuan hamil karena zina tersebut akan membawa implikasi pada kebolehan akad nikah dalam arti syah atau tidaknya perwakilan tersebut. Selain itu ‘iddah perempuan hamil karena zina tidak dijelaskan secara eksplisit baik dalam al-qur’an maupun sunnah sehingga mengundang perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ulama Syafi’iyyah dan Hanafiyyah tidak mewajibkan ‘iddah sedangkan ulama Malikiyyah dan Hanabilah mewajibkan ‘iddah yaitu sampai melahirkan. Akan tetapi mengingat dampak psikologis maupun sosiologis yang akan di timbulkan, maka akan lebih baik kalau perempuan hamil karena zina tidak mewajibkan ‘iddah meski menikah dengan laki-laki yang tidak menghamilinya, karena laki-laki yang menghamilinya tidak bertanggung jawab. Pada Pasal 53 Ayat 2 KHI, secara implisit menjelaskan bahwa tidak ada kewajiban ‘iddah bagi perempuan hamil zina dengan apabila di kawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa harus menunggu terlebih dahulu kelahiran anak yang ada dalam kandungan. Adapun dalam hal perkawinan dengan laki-laki yang bukan menghamilinya tidak ada penjelasan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan ketentuan ini juga berlaku bagi laki-laki yang tidak menghamilinya. Karena seandainya laki-laki tersebut bersedia menikahi dan tidak di sanggah oleh perempuan yang telah bersangkutan maka telah di anggap benar sebagai laki-laki yang menghamili.
Copyrights © 2015