Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tingkat pencapaian tujuan perkawinan bagi orang yang menikah padausia 16 tahun dan 1B tahun. Hal ini perlu dikaji karena terdapat dua perundang-undangan yang berbeda dalam memberikan batas usia anak. Perbedaan tersebut terletak pada UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Undang-Undang PerlindunganAnak (UUPA) dijelaskanpada pasal 1 bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, sedangkan dalam Undang-Undang Perkawinan (UUP) dijelaskan pada pasal 7 ayat (l) bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur enam belas tahun. Dari kedua UU tersebut maka seorang wanita yang ingin melakukan perkawinan pada usia 16 tahun akan terjerat oleh UUPA sebagai pelanggaran hak anak. Sebab, secara implisit menurut UUPA bahwa usia 18 tahun adalah usia minimal untuk boleh melakukan perkawinan. Secara umum penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan berupa studi lapanganatau studi kasus. Datayangdiambil hanya berupa data primer yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui hasil obseruasi dan wawancara terhadap seseorang yang menikah di umur 16 tahun dan 18 tahun pada tahun2002 di kecamatan Depok kabupaten Sleman.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa orang yang menikah di umur 18 tahun secara psikis lebih matang kepribadiannya sehingga lebih bahagia dan kekal dibandingkan orang yang menikah di umur l6 tahun. Dengan hasil penelitian ini maka usia minimal 16 tahun untuk dibolehkan melakukan perkawinan bagi wanita dalam UU perkawinan harus direvisi kembali agar tujuan perkawinan menurut UU perkawinan tercapai.
Copyrights © 2015