Ibnu Hajar termasuk ulama yang banyak menguasai hadis, baik riwayah maupun dirayah. Menurutnya hadis sama dengan al-Qurâan dari sisi kehujjahan dan dalilnya, bahwa hadis sebagai penjelas terhadap al-Qurâan. Hadis merupakan wahyu yang diturunkan kepada orang yang berbicara tidak berdasarkan hawa nafsunya. Dia mampu menguraikan secara detail hadis-hadis yang musykil. Hadis yang menimbulkan kemusykilan adalah Jawamiâ al-Kalim  (ungkapan yang singkat namun padat makna). Menurut Ibnu  Hajar hadis yang  jawamiâ al-kalim itu terdapat beberapa yang musykil. Di antaranya adalah âal-ain haqqâ. Menurut dia, makna hadis tersebut, bahwa mata manusia pada orang-orang tertentu memiliki kekuatan supranatural.  Di antara hadis muskil adalah â: âsebagian dari keterangan adalah sihirâ. Ibnu Hajar  mengartikan hadis tersebut secara majazi, yaitu kata-kata yang dapat mengagumkan orang bisa berkonotasi positif dan bisa berkonotasi negatif. Diantara hadis musykil adalah ungkapan dengan bahasa perumpamaan,  âOrang mukmin itu makan dalam satu usus, orang kafir makan dalam tujuh ususâ. Ibnu  Hajar berpandangan bahwa yang dimaksud dengan tujuh usus pada orang kafir adalah pola hidup konsumerisme. Sementara orang mukmin dalam menyikapi gemerlapnya dunia ini hanya mengambilnya sebatas kebutuhan hidupnya. Di antara hadis musykil adalah Bahasa Perumpamaan, seperti hadis  âApabila hambaku mendekati aku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehastaâ. Menurut Ibnu  Hajar hadis itu kalau diartikan secara hakiki menunjukkan adanya jarak yang ditempuh secara fisik. Hal itu tidak mungkin bagi Allah. Karenanya hadis itu harus diartikan secara majazi, yaitu Allah meneguhkan ketaatan kepada hambanya dalam melaksanakan ibadah.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2017