cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 22 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen" : 22 Documents clear
PROSES PERADILAN DAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK Sumenda, Bill Steward
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui bagaimanakah proses peradilan terhadap pelanggaran anak dan bagaimanakah sanksi hukum bagi anak menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1.   Proses peradilan terhadap anak adalah sebagai berikut: Sidang dilaksanakan dengan cara tertutup dan pembacaan putusan dilaksanakan terbuka untuk umum; Penyidik, penuntut umum, hakim dan penasihat hukum dalam melaksanakan fungsinya sebagai penegak hukum tidak menggunakan pakaian dinas atau bertoga; Sidang dipimpin oleh hakim tunggal, kecuali dalam hal ditentukan lain;  Hakim yang mengadili anak adalah hakim khusus diutamakan hakim wanita yang memiliki pengetahuan masalah kejiwaan anak; Sidang diadakan pada hari khusus; Selama dalam persidangan, anak harus didampingi orang tua; Tidak boleh diliput oleh wartawan; Sebelum dibacakan tuntutan jaksa dan putusan hakim, harus terlebih dahulu dibacakan laporan petugas sosial yang ditugaskan oleh pengadilan untuk meneliti perilaku dan kondisi anak tersebut.  2. Bahwa sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggaran anak adalah sesuai dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu berupa: sanksi pidana dan tindakan. Sanksi pidana terdiri dari : pidana pokok berupa; pidana peringatan, pidana dengan syarat seperti pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan, kemudian pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga dan pidana penjara; serta pidana tambahan berupa: perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana dan pemenuhan kewajiban adat. Sanksi tindakan berupa: pengembalian kepada orang tua/wali, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta, pencabutan SIM dan atau perbaikan akibat tindak pidana. Kata kunci:  Peradilan, sanksi pidana, anak
PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER ATAS TINDAKAN MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Ronoko, Kevin G. Y.
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah yang menjadi kriteria sehingga dokter dikatakan telah melakukan suatu kesalahan/kelalaian dan bagaimanakah bentuk dokter yang melakukan malpraktek menurut hukum positif. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Bahwa yang menjadi kriteria sehingga dokter dikatakan telah melakukan suatu kesalahan/kelalaian apabila tidak bertindak sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang timbul dari profesinya atau berperilaku tidak sesuai dengan patokan umum mengenai kewajaran yang di harapkan dari sesama rekan profesi dalam keadaan yang tepat dan sama . Seorang dokter juga dikatakan telah melakukan kesalahan profesional, apabila dia memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau tidak meninggalkan hal-hal yang akan diperiksa, dinilai, diperbuat atau ditinggalkan oleh para dokter pada umumnya di dalam situasi yang sama. 2. Bahwa bentuk dokter yang telah melakukan malpraktek medik dapat terjadi karena tiga bentuk kelalaian/kesalahan yaitu Malfeasance yang berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat , Misfeasance yang berarti melakukan pilihan medis yang tepat tapi tidak dilaksanakan dengan tepat dan Nonfeasance yang berarti tidak  melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Dapat di simpulkan bahwa dokter yang melakukan mlpraktek adalah dokter yang lalai dalam menjalankan tugasnya atau karna kesalahanya mengakibatkan orang luka berat atau meninggal sehingga dapat dikatakan tindakan malpraktek medik dapat berupa kealpaan dokter yang dalam KUHP terdapat dalam pasal 359-361  tentang kealpaan. Kata kunci: Dokter, malpraktek
SIFAT EKSEPSIONAL TERTANGKAP TANGAN DALAM PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA Wattie, Andre Johanes
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana syarat untuk dilakukannya penangkapan terhadap seorang tersangka dan apa yang menjadi kekhususan penangkapan tersangka dalam hal tertangkap tangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Kewenangan yang diberikan undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 kepada penyidik untuk melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana adalah suatu tindakan yang bersentuhan dengan harkat martabat manusia in casu tersangka. Sekalipun tujuan tindakan penegakan hukum adalah untuk mempertahankan dan melindungi kepentingan hukum masyarakat, penegakan hukum tidak boleh sampai mengorbankan hak dan martabat tersangka dalam penangkapan. Apabila tersangka dalam penangkapan diperlakukan secara  adil dan tepat, maka hukuman pidana yang ditimpakan kepadanya sekalipun hukuman itu memang tidak disukainya namun tersangka akan merasakan hukuman itu sebagai reaksi wajar dan adil atas kejahatan yang kesalahan yang telah dilakukannya. Karena itu penangkapan seseorang mesti dilakukan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. 2. Pada kejadian tertangkap tangan setiap orang berhak untuk menangkapnya tetapi segera setelah itu harus menyerahkannya kepada penyeledik atau penyidik.  Penangkapan dalam hal tertangkap tangan dapat dilakukan tanpa adanya surat perintah penangkapan. Kata kunci: Eksepsional, tertangkap tangan, penangkapan.
PERAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA TERHADAP ANAK DIBAWA UMUR Amilludin, Said A.
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memngetahui bagaimana peran penyidik dalam penanganan tindak pidana narkotika yang dilakukan anak dan bagaimana dampak negatif penerapan sanksi bagi anak yang menyalahgunakan narkotika. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Dalam hal penyalahgunaan narkotika itu dilakukan oleh anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun, tidak perlu hakim tetapi cukup Penyidik dapat memberikan tindakan alternatif pidana selain pidana penjara, yaitu memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau orang tua asuhnya tanpa pidana apapun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada Dinas Sosial tanpa pidana apapun.  2. Ketentuan Pasal 85 Undang-­Undang Narkotika  dikaitkan dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Pengadilan Anak, maka cukup Penyidik yang melakukan tindakan dan tidak perlu hakim menjatuhkan pidana penjara sebagaimana diformulasikan dalam Pasal 85 tersebut. Dengan demikian, sifat imperatif dari stelsel sanksi dalam Pasal 85 Undang-Undang Narkotika telah dianulir oleh ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Pengadilan Anak, yaitu dalam hal penyalahgunaan narkotika itu dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun. berdasarkan ketentuan Pasal 5, jo. Pasal 22 jo. 26 Undang-Undang Pengadilan Anak jo, Pasal 85 Undang-Undang Narkotika tersimpul, bahwa sistem perumusan ancaman pidana dalam Pasal 85 Undang-Undang Narkotika tidak lagi bersifat imperatif, sekalipun ancaman pidananya dirumuskan secara tunggal tetapi bersifat alternatifl fakultatif. Kata kunci: Penyidik, narkotika, anak
PELANGGARAN RAHASIA KEDOKTERAN MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Rakian, Ryan
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap dokter dalam menjalankan profesinya dan apakah akibatnya jika terjadi pelanggaran terhadap rahasia kedokteran menurut hukum positif Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitiahn yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Bahwa dokter dalam menjalankan profesinya haruslah melaksanakan atau bersandar pada tujuh belas (17) wajib hukum profesi kesehatan sebagai wujud perlindungan hukum bagi dokter. Apabila dokter sebagai tenaga/pelayan kesehatan benar-benar menaati dan melaksanakan ke tujuh belas wajib hukum profesi kesehatan maka dokter tidak akan dituduh telah melakukan perbuatan yang buruk atau malpraktek. 2. Akibat hukum terhadap Pelanggaran Rahasia Kedokteran tercantum dalam beberapa peraturan dan Undang-undang yakni: diberikan sanksi berupa teguran tertulis dan pencabutan SIP (Surat Izin Praktek) oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI); dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), (Pasal 79 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran); dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (Pasal 322 KUHP)., sesuai dengan PERMA No. 2 Tahun 2012, denda dlm KUHP ini dikalikan 10.000, sehingga menjadi Rp 90.000.000,00 (sembilan puluh juta rupiah). Kata kunci:  Pelanggaran, rahasia kedokteran.
PENGUSIRAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA SETELAH MENJALANI MASA PIDANA Pangestu, Danang Y.
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian I. Umum, dijelaskan Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional. Pengawasan terhadap Orang Asing tidak hanya dilakukan pada saat mereka masuk, tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Indonesia, termasuk kegiatannya. Pengawasan Keimigrasian mencakup penegakan hukum Keimigrasian, baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana Keimigrasian. Tindak pidana Keimigrasian merupakan tindak pidana khusus sehingga hukum formal dan hukum materiilnya berbeda dengan hukum pidana umum, misalnya adanya pidana minimum khusus. Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang melatarbelakangi permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana pemberlakuan sanksi pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika serta bagaimana pengusiran terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika setelah menjalani masa pidana. Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini ialah metode penelitian yuridis normatif yang ditunjang dengan studi kepustakaan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur hukum yang membahas mengenai tindak pidana narkotika serta kamus-kamus hukum yang diperlukan untuk menjelaskan pengertian dari istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Pasal 146 mengatur tentang warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, mengatur dalam Pasal 12,  Menteri berwenang melarang Orang Asing berada di daerah tertentu di Wilayah Indonesia. Kejahatan internasional dapat didefinisikan sebagai tindakan yang oleh konvensi internasional atau hukum kebiasaan internasional dinyatakan sebagai kejahatan di bawah hukum internasional atau kejahatan terhadap masyarakat internasional yang penuntutan dan penghukumannya berdasarkan prinsip universal. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa, perlakuan terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku melalui sistem peradilan pidana dan apabila warga negara asing terbukti dalam persidangan di pengadilan melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana narkotika maka sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan akan dikenakan terhadap warga negara asing termasuk pelaksanaan pemidanaan. Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia. Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia. Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA TERHADAP PERDAGANGAN (TRAFFICKING) ANAK Bensuil, Andyka Pratama
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah konsep perlindungan hak asasi manusia (HAM) terhadap Anak yang diperdagangkan dan bagaimanakah Implementasi nilai-nilai Perlindungan Anak dalam Ketentuan Pidana Anak di berbagai peraturan di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normative disimpulkan bahwa: 1. Konsep perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Perdagangan anak sudah diatur dan dijamin dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dan instrumen hukum HAM. Ketentuan tentang Hak Anak dalam ruang lingkup hak asasi manusia bisa ditelusuri dalam berbagai kovenaninternasional dan undang-undang nasional. Kovenan internasional meliputi, Konvensi Anak, Beijing Rules, ICCPR dan kovenan EKOSOB. Sedangkan dalam undang-undang nasional maka bisa merujuk kepada UUD 1945, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang HAM dan  UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Tugas Negara sebagai penanggung jawab HAM adalah untuk merespek, memenuhi dan memberi perlindungan hukum terhadap perdagangan anak . 2. Keberadaan instrumen hukum perundang-undangan pidana tidak cukup untuk mengurangi dan menindakkan praktek perdagangan terhadap anak, walaupun sudah dijamin oleh hukum namun dalam penerapannya masih belum maksimal tidak seperti apa yang diharapkan dan salah satu alasan kenapa belum maksimal, yaitu kurang tegasnya sanksi yang diberikan sehingga belum menimbulkan efek jera bagi pelaku. Tindakan nyata yang dilakukan pemerintah Indonesia sebagai upaya menangani masalah trafficking (perdagangan manusia) yaitu dengan mengeluarkan UU No 21 tahun 2007 yang berisi tentang tindakan pidana bagi orang yang melakukan perdagangan manusia terutama terhadap anak sebagai korban perdagangan manusia baik secara nasional maupun secara internasional. Kata kunci: hak asasi manusia, perdagangan anak
UPAYA DIVERSI BAGI ANAK DALAM PROSES PERADILAN Tarigan, Fetri A. R.
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses upaya diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan bagaimana idealnya perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Proses upaya diversi sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 7 UU SPPA wajib diupayakan dari mulai tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri. Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/ walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. 2. Mengenai bentuk ideal perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan, sebagaimana yang telah diatur dalam UU SPPA mengenai diversi dengan pendekatan keadilan restoratif merupakan bentuk ideal didalam melindungi dan menghormati hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum dengan tetap memperhatikan kepentingan korban tanpa harus melalui proses peradilan formal. Keadilan restoratif setidak-tidaknya bertujuan untuk memperbaiki/memulihkan (to restore) perbuatan kriminal yang dilakukan anak dengan tindakan yang bermanfaat bagi anak, korban dan lingkungannya. Anak yang melakukan tindak pidana dihindarkan dari proses hukum formal karena dianggap belum matang secara fisik dan psikis, serta belum mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Kata kunci:  Diversi, anak, peradilan
INDEPENDENSI HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PRAPERADILAN MENURUT KUHAP Maarial, Alviano
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bersumber pada asas praduga tak bersalah, maka jelas dan wajar bila tersangka/terdakwa dalam proses peradilan Pidana wajib mendapatkan hak-haknya, demikian pula halnya dengan Praperadilan. Ada maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi, yakni tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi tersangka. Karena pada prinsipnya tujuan utama pelembagaan Praperadilan dalam KUHAP, untuk melakukan “pengawasan horizontal” atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang. Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang melatarbelakangi permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana pengaturan praperadilan menurut KUHAP? dan bagaimana bentuk putusan Praperadilan dan upaya hukumnya?. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, di mana penelitian yang dilakukan adalah dengan cara meneliti, bahan-bahan kepustakaan (library research), yakni suatu metode penelitian yang dilakukan dengan jalan mempelajari buku-buku literatur, perundang-undangan, majalah-majalah, diktat dan bahan hukum lainnya yang ada hubungannya dengan karya tulis ini.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaturan Praperadilan menurut KUHAP mencakup tentang: a) Menguji Sah atau Tidaknya Penangkapan (pasal 17 KUHAP); b) Menguji Sah atau Tidaknya Penahanan (pasal 21 KUHAP); c) Menguji Sah atau Tidaknya Penghentian Penyidikan (pasal 109 ayat (2) dan (3) KUHAP); d) Menguji Sah atau Tidaknya Penghentian Penuntutan (pasal 140 ayat (2) KUHAP); e) Memeriksa Permohonan Ganti Kerugian (pasal 95 KUHAP). sedangkan bentuk putusan praperadilan dan upaya hukumnya ada beberapa hal yang perlu dibahas, diantaranya: a) Surat Putusan Disatukan dengan Berita Acara (pasal 83 ayat (3) dan pasal 96 ayat (1) KUHAP); b) Isi Putusan Praperadilan (pasal 82 ayat (2) dan (3) KUHAP); c) Upaya Banding dan Kasasi Putusan Praperadilan (pasal 83 KUHAP); d) Putusan Praperadilan yang Dapat Dibanding (pasal 83 ayat (2) KUHAP). Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal pemeriksaan praperadilan haruslah memenuhi syarat formal, yaitu menguji sah tidaknya penangkapan, menguji sah tidaknya penahanan, menguji sah tidak penghentian penyidikan, menguji sah tidaknya penghentian penuntutan dan memeriksa permohonan ganti kerugian. Isi putusan praperadilan adalah sah tidaknya penangkapan atau penahanan pasal 79 KUHAP, sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, diterima atau ditolaknya permintaan ganti kerugian atau rehabilitas, perintah melanjutkan penyidikan atau penuntutan, besarnya ganti kerugian yang diputuskan oleh Hakim Praperadilan, berisi pernyataan pemulihan nama baik tersangka, serta memerintahkan segera mengembalikan barang sitaan.
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA DEELNEMING Bassang, Tommy J.
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah keberadaan ajaran penyertaan sebagai perluasan delik dan perluasan pertanggungjawaban pidana dan bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku dalam tindak pidana penyertaan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Ajaran tentang penyertaan sebagai dasar memperluas dapat dipidananya orang yang tersangkut dalam terwujudnya delik. Penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana. 2. Secara skematis untuk meminta pertanggungjawaban pidana kepada pembuat delik atau pidana dibagi menjadi 2 (dua) yakni pertama, penanggungjawab penuh dan kedua, penanggungjawab sebagian. Penangungjawab penuh sanksi pidana adalah mereka yang tergolong dader sebagai penanggungjawab mandiri; mededader sebagai penanggungjawab bersama; medeplegen sebagai penanggungjawab serta; doen plegen sebagai penanggungjawab penyuruh; dan uitlokken sebagai penanggungjawab pembujuk atau perencana. Sedangkan penanggungjawab sebagian adalah mereka yang tergolong sebagai poger sebagai penanggungjawab percobaan : perbuatan pidana dan medeplichtige sebagai penanggungjawab pemberi bantuan dalam melakukan perbuatan pidana. Kata kunci: Pelaku, deelneming

Page 1 of 3 | Total Record : 22


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue