cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen" : 20 Documents clear
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS DESAIN INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI Armanto, Zico Armanto
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan Desain Industri dalam kerangka hukum Hak Kekayaan Intelektual dan bagaimana perlindungan hukum Desain Industri berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan Desain Industri dalam kerangka Hukum Hak Kekayaan Intelektual tidak terlepas dari keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian-perjanjian Internasional di bidang perdagangan. Dengan ikut serta dalam perjanjian WTO, Indonesia telah meratifikasi WTO dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Dengan demikian Indonesia harus memberlakukan TRIPs sebagai ketentuan yang mengatur Hak Kekayaan Intelektual, dimana dalam hukum TRIPs terdapat 7 (tujuah) bidang HKI salah satunya adalah Industrial Design atau Desain Industri. Di Indonesia Desain Industri di atur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. 2. Perlindungan hukum Desain Industri berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, didasarkan pada konsep negara hukum. Negara hukum mengatur bahwa segala aspek kehidupan kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum. Salah satu unsur negara hukum adalah perlindungan hak asasi manusia sebagai dasar perlindungan hukum Hak Desain Industri. Perlindungan hukum meliputi perlindungan preventif dan perlindungan represif. Dengan adanya undang-undang desain industri memberikan perlindungan kepada pendesain untuk mencegah dan menyelesaikan terjadinya sengketa di bidang Desain Industri. Dengan adanya perlindungan terhadap pemegak hak Desain Industri membuat para pendesain untuk lebih kreatif dan produktif dalam mencipta dan menghasilkan karya-karya desain indurtri. Dan dalam pengaturan hukum Desain Industri yang terpenting dalam pengajuan hak adalah berkaitan dengan unsur kebaruan dalam ciptaan karya Desain Industri.Kata kunci: Perlindungan hukum, desain industri
PENERAPAN SANKSI TERHADAP ORMAS YANG BERTENTANGAN DENGAN NILAI-NILAI PANCASILA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN Maasum, Magrifah
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk Peraturan Ormas di Indonesia dan bagaimana Implementasi Hukum terhadap Ormas yang bertentangan dengan Pancasila di Indonesia.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Bentuk Peraturan Ormas yang diatur dalam peratururan perundang-undangan di Indonesia sudah cukup menunjukan kepedulian dari pemerintah untuk mengakomodir kebebasan berserikat dan berkumpul bagi warga negaranya dengan cukup maksimal. Hal ini ditandai dengan, Pancasila, Pembukaan UUD 1945, Pasal 20-21 Pasal 28 Pasal 28C ayat (2) Pasal 28E ayat (3) Pasal 28J UUD 1945, dan adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. 2. Sanksi terhadap ormas yang bertentangan dengan Pancasila di Indonesia mengikuti dengan apa yang ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Namun masih perlu banyak perbaikan dari aspek penerapan sanksinya karena maraknya ormas-ormas radikal dan ormas anti Pancasila.Kata kunci: Perapan sanksi, Organisasi Kemasyarakatan, nilai-nilai Pancasila.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TRANSPORTASI BERBASIS APLIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 Tobing, Timothy K. L.
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan hokum transportasi berbasis aplikasi online di Indonesia dan bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen  transportasi berbasis aplikasi menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Transaksi elektronik antara perusahaan angkutan umum dan konsumen dimulai ketika konsumen mendownload aplikasi jasa layanan angkutan umum tersebut maka syarat dan ketentuan yang diterapkan oleh perusahaan transportasi berbasis aplikasi ini harus diikuti oleh para pengguna atau konsumen. Apabila dikemudian hari konsumen dirugikan oleh layanan tertentu yang diberikan perusahaan berbasis aplikasi tersebut maka konsumen tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah terjadinya perjanjian antara konsumen dan perusahaan transportasi berbasis aplikasi tersebut ini tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2008 Pasal 20 Ayat (1).tetapi ketika kewajiban dari perusahaan penyedia transportasi berbasis aplikasi ini tidak dilakukan maka bisa dilakukan dengan proses pengadilan sesuai dengan pasal 18 ayat (2) UU No.11 tahun 2008. 2. GoJek, Uber dan GrabCar bukan merupakan perusahaan angkutan umum karena tidak memiliki izin penyelenggaraan angkutan berdasarkan Pasal 173 UULLAJ. GoJek, Uber dan GrabCar hanya berstatus sebagai perseroan terbatas (PT) yang bergerak dalam bidang penyedia layanan aplikasi berbasis teknologi informasi (online) yang memfasilitasi pemberian pelayanan angkutan umum yang bermitra dengan perusahaan penyelenggara angkutan umum resmi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaran Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.Kata kunci: Perlindungan hukum, Konsumen, Transportasi berbasis aplikasi
PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 Kumampung, Farrel Gian
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan dan objek pendaftaran tanah dan bagaimana  pemindahan   hak  atas  tanah  melalui  lelang  menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penyelenggaraan  pendaftaran  tanah  yang dilakukan  di seluruh wilayah Republik Indonesia oleh Pemerintah dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, lalu lintas ekonomi dan kemungkinan-kemungkinannya dalam bidang personel dan peralatannya, penyelenggaraan pendaftaran diprioritaskan di daerah perkotaan disebabkan lalu lintas perekonomian lebih tinggi dari pada di pedesaan. Pendaftaran tanah juga bergantung pada anggaran negara, petugas pendaftaran tanah, peralatan yang tersedia, dan kesadaran masyarakat pemegang hak atas tanah. Objek pendaftaran menurut Pasal 9 PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah ; Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Tanah Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Tanggungan dan Tanah Negara. Objek pendaftaran tanah, kecuali tanah negara dibukukan dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.2. Pemindahan  hak atas  tanah melalui lelang menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 secara eksplisit tercantum dalam pasal 16 ayat 5  Hak Guna Usaha yang menyebutkan bahwa jual beli melalui lelang dibuktikan dengan berita acara lelang, kemudian dalam Hak Guna Bangunan pasal 34 ayat 5 menyebutkan bahwa jual beli yang dilakukan melalui lelang harus dibuktikan dengan Berita Acara Lelang . Tidak semua hak atas tanah dapat dilelang oleh pemegang haknya kepada pihak lain. Hak atas tanah yang tidak dapat dialihkan berupa lelang, adalah Hak Pakai atas tanah negara yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu.  Prosedur Peralihan Hak atas tanah melalui lelang harus memiliki dua syarat yaitu syarat formil dan syarat materiil.Kata kunci: Pemindahan hak milik, tanah, Lelang.
PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI DAN PENETAPAN HAK ASUH ANAK AKIBAT PERCERAIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 Singal, Erni C.
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pembagian harta gono-gini akibat perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan dan bagaimana penetapan hak asuh anak akibat perceraian. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan : 1.Pembagian harta gono-gini akibat perceraian berdasarkan ketentuan Pasal 36 Undang-undang Perkawinan, suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Atas dasar musyawrah harta gono-gini dapat dibagi atas dasar kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak. Dapat dibagi dua karena kedudukan suami dan istri seimbang dalam perkawinan atau pembagian lain sesuai kesepakatan. 2. Penetapan hak asuh anak akibat perceraian menurut Inpres Nomor 1 Tahun 1991, untuk anak yang belum dewasa atau belum berumur 12 (dua belas) tahun adalah hak ibunya. Sedangkan untuk anak yang sudah dewasa diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak anaknya. Atau menurut pertimbangan hakim berdasarkakn kondisi perilaku istri maupun suami untuk mengasuh anak. Penetapan pengadilan tentang hak asuh anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya dan tidak menghilangkan kewajiban kedua orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya.Kata kunci: Pembagian harta gono-gini, penetapan hak asuh anak,  akibat perceraian.
KAJIAN HUKUM AKUNTABILITAS ANGGOTA LEGISLATIVE DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD&DPRD (UU MD3) Rondonuwu, Immanuel Tommy
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana tugas, wewenang, dan kewajiban anggota legislatve berdasarkan UU MD3 dan bagaimana penyelesaian hukum terhadap anggota legislative bilamana terjadi konflik kepentingan Parpol. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1.Tugas, wewenang dan kewajiban dari lembaga-lembaga negara di Indonesia dalam hal ini MPR, DPR dan DPD, pada dasarnya memiliki kemiripan yang identik. Dimana ketiga lembaga ini melakukan segalanya demi kesejahteraan rakyat serta kepentingan dan kebutuhan dari rakyat sendiri. Itu kesamaannya, perbedaanya ialah, kalau MPR banyak sekali perubahan setelah amandemen 2002, dari tugas dan wewenang sampai posisi yang dari lembaga super power, menjadi lembaga yang sama rata dengan lembaga negara lainnya. Tetap berurusan dengan mengawasi pemerintahan, mereka juga berwenang melengserkan Presiden dan wakil Presiden dalam sidang istimewa yang diusulkan oleh DPR. DPR memiliki tugas, wewenang, dan kewajiban yang relatif lebih berat. Karena mereka dalam menjalan tugasnya membuat undang-undang, harus yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dari rakyat. Membuat kebijakan yang lebih pro kepada rakyat. Lebih mendengarkan aspirasi dari rakyat. Sedangkan tugas, wewenang dan kewajiban dari DPD sangat lah terbatas. Karena mereka hanya mempunyai kewenangan untuk mengusulkan rancangan undang-undang, mereka tidak ada kewenangan lebih dalam menetapkan ruu tersebut. 2.Dalam penyelesaian hukum bagi seorang anggota dewan bilamana terjadi konflik kepentinagan sudah diatur didalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014. Dimana bagi anggota DPR sudah ada Mahakamah Kehormatan Dewan untuk mengurusi hal-hal bagi anggota dewan yang lalai dalam menjalankan kewajibannya sebagai anggota dewan.Kata kunci: Kajian Hukum, Akuntabilitas, Anggota Legislatif.
TINDAK PIDANA MEMBAHAYAKAN NYAWA ATAU KESEHATAN ORANG (PASAL 204 DAN 205 KUHP) DALAM KAITANNYA DENGAN UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Buttang, Estepanus
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana cakupan dari Pasal 204 dan 205 KUHPidana dan bagaimana pengaruh berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Pasal 204 dan 205 KUHPidana.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Cakupan Pasal 204 dan Pasal 205 KUHPidana yaitu memberikan perlindungan kepada konsumen dengan mengancamkan pidana terhadap perbuatan menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang-barang yang membahayakan nyawa atau kesehatan sedangkan sifat berbahaya itu tidak diberitahukannya; di mana perbedaan Pasal 204 dan Pasal 205 KUHPidana yaitu Pasal 204 merupakan delik sengaja (dolus) sedangkan Pasal 205 merupakan delik kealpaan (culpa). Unsur “sifat berbahayanya tidak diberitahukan” menunjukkan bahwa pembentuk KUHPidana berpandangan jika sifat berbahaya itu diberitahukan kepada konsumen, maka orang yang menjual, menawarkan, menyerahkan, atau membagi-bagikan itu tidak dapat dipidana. 2. Pengaruh berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Pasal 204 dan 205 KUHPidana, yaitu: - Pengaruh dari aspek norma, yaitu ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang menjamin hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan./atau jasa, seharusnya menjadi dasar untuk menafsirkan unsur “sifat berbahayanya tidak diberitahukan” sehingga sekalipun pelaku telah memberitahukan sifat berbahaya tidak otomatis melepaskan pelaku dari tannggungjawab pidana; - Pengaruh dari aspek ketentuan pidana, yaitu ketentuan pidana dalam Pasal Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 10 huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dapat dijadikan sebagai dakwaan subsider, sedangkan dakwaan primernya (utama) yaitu Pasal 204 KUHPidana.Kata kunci: Tindak Pidana, Membahayakan Nyawa, Kesehatan,Perlindungan Konsumen
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PEMBUATAN SERTIFIKAT TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 24 TAHUN 1997 Dumalang, Natalia Meygi
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana tahapan-tahapan dalam proses pembuatan sertifikat tanah dan apa hambatan dan solusi BPN dalam menerbitkan sertifikat tanah.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka disimpulkan: 1.Tahapan-Tahapan Proses Dalam Pembuatan Sertifikat Tanah, ada beberapa hal yang harus di lakukan, ada tahapan-tahapan penting untuk pembuatan sertifikat di dalamnya permohonan hak, yang diharuskan memenuhi persyaratan-persyaratan. “Adanya penerima hak, para ahli waris, para pemilik tanah” Tahap dalam pengukuran dan pendaftaran hak setelah seluruh berkas pemohon dilengkapi di serahkan ke kantor pertanahan, dan juga tahap terakhir penerbitan sertifikat yang harus dilalui, dengan membuat salinan dari buku tanah, atas hak-hak atas tanah yang telah dibukukan. Dimana salinan dalam buku tanah tertera dengan surat ukur dan gambar situasinya kemudian dijahit atau dikumpulkan menjadi satu dengan kertas yang sudah di tentukan pemerintah dan hasil akhir itulah yang kemudian disebut dengan sertifikat dan sertifikat ini diserahkan kepada pemohon. 2. Faktor yang menghambat dalam pembuatan sertifikat penjelasan dari BPN kepada Masyarakat yang berbelit-belit. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pendaftaran tanah dalam pembuatan sertifikat. Manfaatnya dengan adanya sertifikat tanah, Dengan mudah dapat membuktikan bahwasanya dirinya sebagai pemegang hak atas tanah; Memperoleh jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum; Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah; Harga tanah menjadi lebih mahal bila dibandingkan dengan tanah, yang tidak bersertipikat; Bila dijadikan jaminan utang nilainya lebih tinggi dari pada tidak bersertipikat dan dapat mengurangi sengketa di bidang pertanahan.Kata kunci: Analisis Yuridis, Pembuatan Sertifikat Tanah
RELEVANSI HUKUM KEBIRI TERHADAP PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL PADA ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA Paat, Alfando
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana relevansi hukum kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak dibawah umur ditinjau dari Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan bagaimana pemberlakuan hukum kebiri kimia di Indonesia.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Relevansi hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak dibawah umur dapat di lihat dari keseimbangan antara hak asasi dan kewajiban asasi, terlebih khusus dari sudut pandang pelaku kejahatan (terpidana).  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 Tentang Perlindugan Anak, memuat ketentuan tentang tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat elektronik pada terpidana. 2. Bertitik-tolak dari pembahasan pada rumusan masalah pertama, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan tindakan kebiri kimia atau kastrasi dapat dilaksanakan dan harus dilaksanakan di Indonesia karena telah ada ketentuan hukum yang mengaturnya dan oleh Pemerintah Indonesia penerapan kebiri kimia berbanding lurus antara perbuatan dan hukuman. Ketentuan hukum yang dimaksud  adalah Perpu No. 1 Tahun 2016 sebagai mana telah di tetapkan menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 berdasarkan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237.Kata kunci: Relevansi  hukum kebiri, Pelaku kejahatan seksual pada anak dibawah umur, Hak asasi manusia
KEWENANGAN MELAKUKAN DISKRESI OLEH PENYIDIK MENURUT UU NO. 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN Patroli, Revico
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan diskresi dalam sistem hukum pidana dan bagaimana penerapan diskresi penyidik menurut UU No. 2 Tahun 2002.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan diskresi dalam sistem hukum pidana, ternyata masih belum tegas, belum disebut istilah diskresinya, dan masih perlu penafsiran atau interpretasi dalam menentukan pasal-pasal mana yang memberi kewenangan bagi aparat penegak hukum dalam komponen sistem peradilan pidana untuk melakukan diskresi. Pada Hakim, setiap perkara yang diajukan kepadanya untuk diperiksa, diadili dan diputus, dilarang menolaknya dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Pada Jaksa Agung, mengesampingkan perkara demi kepentinga umum, sedangkan pada Kapolri, menetapkan, menyelenggarakan dan mengendalikan kebijakan teknis Kepolisian. Ketiga aparat penegak hukum tersebut pada dasar hukumnya masing-masing tidak terang-terangan mengatur tentang diskresi, tetapi makna dari diskresi tersirat di dalamnya. 2. Penerapan diskresi oleh penyidik menurut dasar hukumnya, harus memperhatikan beberapa hal, yakni tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum dan memperhatikan kode etik profesi, selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan, harus patut, masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya, pertimbangan layak berdasarkan keadaan yang memaksa atau keadaan yang sangat perlu, dan menghormati hak asasi manusia (HAM). Penerapan diskresi oleh penyidik dapat ditemukan dalam proses penangkapan, penahanan, dan penghentian penyidikan.Kata kunci: Kewenangan melakukan diskresi, Penyidik.

Page 2 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue