cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen" : 20 Documents clear
UPAYA HUKUM BIASA DAN LUAR BIASA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PIDANA Mumbunan, Rendi Renaldi
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa yang menjadi tujuan pengajuan upaya hukum biasa dalam perkara pidana dan apa yang menjadi dasar pengajuan upaya hukum luar biasa dalam perkara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Tujuan pengajuan upaya hukum biasa dalam perkara pidana adalah untuk upaya hukum banding tujuannya untuk menguji kembali pemeriksaan yang telah dilakukan oleh pengadilan negeri sehingga putusan yang nyata-nyata telah keliru dapat diperbaiki dan terhadap putusan yang telah mencerminkan keadilan dan kebenaran tetap dipertahankan. Untuk kasasi tujuannya untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum. 2. Dasar pengajuan upaya hukum luar biasa terhadap putusan hakim dalam perkara pidana adalah untuk kasasi demi kepentingan hukum diajukan jaksa sudah tidak ada lagi upaya hukum biasa yang dapat dipakai. Untuk peninjauan kembali diajukan atas dasar terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui waktu sidang masih berlangsung, maka hasilnya akan berupa putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu ditetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.Kata kunci: Upaya Hukum Biasa Dan Luar Biasa, Putusan Hakim, Perkara Pidana
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PERIKANAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERIKANAN Moses, Desi Wulandari
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimanakah pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perikanan dan bagaimanakah kedudukan pengadilan perikanan sebagai pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Pemeriksaan di sidang pengadilan perkara tindak pidana perikanan. Pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana di bidang perikanan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang perikanan. Pemeriksaan di sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa. Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan pelimpahan perkara dari penuntut umum, hakim harus sudah menjatuhkan putusan. Putusan perkara dapat dilakukan oleh hakim tanpa kehadiran terdakwa. Dalam hal putusan pengadilan dimohonkan banding ke pengadilan tinggi dan kasasi ke Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima. Hakim pengadilan perikanan terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc. Majelis hakim terdiri atas 2 (dua) hakim ad hoc dan 1 (satu) hakim karier. Hakim karier ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung. Hakim ad hoc diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. 2. Kedudukan pengadilan perikanan sebagai pengadilan khusus yang berada di di lingkungan peradilan umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan. Pengadilan perikanan berada di lingkungan peradilan umum dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak, Bitung, dan Tual. Pembentukan pengadilan perikanan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.Kata kunci: tindak pidana; tindak pidana perikanan;
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP) YANG TIDAK SESUAI PROSEDUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Kawuwung, Olivia
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tata cara pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan kriteria evaluasi terhadap proses penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan bagaimana proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak sesuai prosedur menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Tahapan kegiatan Izin Usaha Pertambangan mencakup : IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan dan IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. IUP Operasi Produksi terdiri atas kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. Kriteria evaluasi terhadap proses Penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) meliputi: Evaluasi terhadap penerbitan IUP dilakukan terhadap: IUP Penyesuaian dari KP; dan/atau; KP yang belum berakhir jangka waktunya tetapi belum disesuaikan menjadi IUP. Evaluasi terhadap penerbitan IUP didasarkan pada kriteria : Administratif, Kewilayahan, Teknis, Lingkungan serta Finansial. 2. Proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak sesuai prosedur diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang memuat ketentuan sanksi pidana yaitu dalam Pasal 158-Pasal 165, yang terdiri dari dua jenis sanksi pidana, yaitu saksi hukuman penjara dan sanksi hukuman kurungan. Selain sanksi pidana, ada juga ketentuan sanksi administrasi yang diatur dalam Pasal 151.Kata kunci: Penyelidikan dan Penyidikan,Tindak Pidana, Penerbitan Izin Usaha Pertambangan, Pertambangan Mineral Dan Batubara.
KEWENANGAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA Rompas, Ceilina Astacia
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penyidik melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan bagaimana kewenangan penyidik dalam pemeriksaan tersangka, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Dalam KUHAP, kewenangan Penyidik mendahului dilakukannya pemeriksaan (interogasi) terhadap, yaitu: Kewenangan memanggil tersangka dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar; Kewenangan memberitahu kepada tersangka dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya; Kewenangan memberitahu kepada tersangka haknya mendapat bantuan hukum;  Kewenangan memberitahu tentang wajib didampingi penasihat hukum dalam tindak pidana tertentu dan menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Tetapi, dalam KUHAP tidak ada sanksi atau akibat hukum yang jelas jika Penyidik melanggar kewajiban-kewajiban tersebut. 2. Kewenangan Penyidik terhadap tersangka pada saat melakukan pemeriksaan (interogasi), yaitu: Kewajiban menanyakan kepada tersangka apa ia menghendaki didengarnya saksi a decharge;                 Kewajiban memanggil dan memeriksa saksi a decharge jika tersangka menghendaki didengarnya saksi a decharge; Kewajiban mendapatkan keterangan tersangka tanpa tekanan dari siapapun dan atau bentuk apapun terhadap tersangka. Tetapi, mengenai kewajiban-kewajiban ini, dalam KUHAP tidak ada sanksi atau akibat hukum yang jelas jika Penyidik melanggar kewajiban-kewajiban tersebut.Kata kunci: penyidik; tersangka;
TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAHAN PELEDAK DI WILAYAH LAUT INDONESIA Hasugian, Elisa Priskilia A.
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Aturan Hukum Tentang Penangkapan Ikan dengan Bahan Peledak di Wilayah Laut Indonesia dan bagaimana Praktek Penangkapan Ikan dengan Bahan Peledak di Wilayah Laut Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Sanksi pidana bagi pelaku penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak (Dynamite Fishing) diatur dalam Undang-Undang 45 Tahun 2009 dalam Pasal 84 ayat (1) sampai dengan ayat (4). Dampak yang ditimbulkan akibat penangkapan ikan dengan cara menggunakan bahan peledak memiliki dampak yang sangat luas. Mulai dari dampak rusaknya ekosistem bawah laut, hancurnya terumbu karang, kesejahteraan nelayan serta penghasilannya menurun dan tidak bisa bekerja, sampai dengan dampak ekonomi dan kedaulatan Negara Indonesia. 2. Dalam hal penanganan kasus penangkapan ikan dengan bahan peledak yang terjadi di Wilayah Perairan Indonesia, pemerintah Indonesia terlalu lunak dalam memproses pelaku tindak pidana tersebut. Maka dari itu untuk meletakkan dasar hukum yang kuat, hal yang harus dilakukan pemerintah adalah mengkaji ulang perundang-undangan yang berlaku dengan memasukkan substansi hukum sistem pertanggungjawaban pidana di mana pemerintah harus membuat sebuah kedudukan, serta harus ada sanksi yang tegas bagi orang atau negara yang melakukan tindak pidana penangkapan ikan dengan bahan peledak tersebut.Kata kunci: Tindak Pidana, Penangkapan Ikan, Bahan Peledak, Di Wilayah Laut Indonesia.
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN TERHADAP PERKARA ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Palimbunga, Sonarlianto Tandidatu
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana tata cara pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara anak menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan bagaimana kewajiban hakim sebelum menjatuhkan putusan terhadap perkara anak di sidang pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Tata cara pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara anak diawali oleh ketua pengadilan yang wajib menetapkan hakim atau majelis hakim untuk menangani perkara anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara dari penuntut umum. Hakim wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai hakim dan dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Proses Diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi pengadilan negeri.  Dalam hal Diversi tidak berhasil dilaksanakan, perkara dilanjutkan ke tahap persidangan. Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus anak. Ruang tunggu sidang Anak dipisahkan dari ruang tunggu sidang orang dewasa dan waktu sidang anak didahulukan dari waktu sidang orang dewasa. Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan. Dalam sidang anak, hakim wajib memerintahkan orang tua/wali atau pendamping, advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak. Dalam hal orang tua/Wali dan/atau pendamping tidak hadir, sidang tetap dilanjutkan dengan didampingi Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya dan/atau Pembimbing Kemasyarakatan. Dalam hal hakim tidak melaksanakannya, maka sidang anak batal demi hukum. 2.Kewajiban hakim sebelum menjatuhkan putusan terhadap perkara anak di sidang pengadilan. Sebelum menjatuhkan putusan, hakim memberikan kesempatan kepada orang tua/Wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi Anak. Dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan oleh Hakim untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan. Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan tidak dipertimbangkan dalam putusan hakim, putusan batal demi hukum. Batal demi hukum adalah tanpa dimintakan untuk dibatalkan dan putusan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh Anak.  Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa hanya dapat menggunakan inisial. Kata kunci: Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, Perkara Anak, Sistem Peradilan Anak
PENANGKAPAN TERHADAP ORANG YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT PASAL 28 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 Bawulele, Noldy Lexi
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penangkapan menurut peraturan perundangan tentang pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia dan bagaimana penangkapan dalam peraturan perundangan tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dilihat dari aspek manfaat dan hak asasi manusia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penangkapan menurut Pasal 28 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 juncto Perppu Nomor 1 Tahun 2002) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 5 Tahun 2018, merupakan penangkapan dengan jangka waktu  paling lama 14 hari oleh Penyidik yang dapat diperpanjang paling lama 7 hari oleh Ketua Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Penyidik. Jangka waktu ini lebih lama dari pada penangkapan menurut KUHAP yang hanya 1 hari dan penangkapan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 juncto Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang paling lama 7 hari (7 X 24 jam). 2. Penangkapan dalam dugaan tindak pidana terorisme dari aspek manfaat memiliki arti manfaat yang penting yaitu mencegah terjadinya tindak pidana terorisme atau mencegah tersangka mengulangi perbuatan terorisme; dan dari aspek hak asasi manusia masih dapat dibenarkan oleh ketentuan Pasal 28J UUD 1945 yaitu pembatasan terhadap kebebasan perseorangan yang ditentukan dalam undang-undang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak  kebebasan orang lain  dan untuk memenuhi tuntutan  yang adil sesuai  dengan  pertimbangan  moral, nilai-­nilai  agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.Kata kunci: Penangkapan, Orang Yang Diduga, Tindak Pidana Terorisme
TINDAK PIDANA TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA DITINJAU DARI UU NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Sakti, Rizky Wira
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah  pengaturan tindak pidana  perdagangan organ tubuh manusia dalam hukum positif Indonesia dan bagaimanakah pengaturan tindak pidana transplantasi organ tubuh manusia menurut UU kesehatan No. 36 Tahun 2009. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Di dalam hukum positif  Indonesia, masalah perdagangan organ tubuh manusia merupakan suatu tindak pidana dan pelakunya akan mendapatkan sanksi sebagaimana diatur sebagai berikut: UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014, larangan untuk tindakan transplantasi diatur dalam  Pasal 47, 84, dan Pasal 85; UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang, mengatur tentang larang untuk tindakan  memperdagangkan organ tubuh manusia jelas diatur dalam Pasal 1 angka 7 dan Pasal 2, 3, 4, 5, 6 dan Pasal 7, dimana dalam pasal-pasal ini tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia sudah termasuk didalamnya.   2. Tindak pidana transplantasi organ tubuh dilarang dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam Pasal 64 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 65 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 66 , dan Pasal 67 ayat (1) dan (2) apabila untuk tujuan komersialisasi. UU No. 36 Tahun 2009 mengatur tentang diperbolehkan untuk melakukan transplantasi organ tubuh untuk tujuan kesehatan, namun pada prinsipnya tetap melarang untuk memperjual belikan organ tubuh manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 192 yang mengatur tentang sanksi pidana;  hal ini ditegaskan dalam PP No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan   Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia, dalam Pasal 17: Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia dan Pasal 18: Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri.Kata kunci: Tindak Pidana, Transplantasi, Organ Tubuh Manusia, Kesehatan
TINDAK PIDANA KONSERVASI TANAH DAN AIR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR Pontoh, Egi Azwar
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penyidikan tindak pidana di bidang konservasi tanah dan air dan bagaimanakah tindak pidana di bidang konservasi tanah dan air, yang dengan penelitian hokum normative disimpulkan bahwa: 1. Penyidikan tindak pidana konservasi tanah dan air dilakukan oleh penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang konservasi tanah dan air juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang konservasi tanah dan air. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Konservasi tanah dan air antara lain pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di kehutanan, pertanian, energi dan sumberdaya mineral, pertanahan, dalam negeri dan lingkungan hidup, menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air. 2. Tindak pidana konservasi tanah dan air apabila dilakukan oleh orang perseorangan, petani penggarap tanaman pangan, badan hukum atau badan usaha dapat dilakukan penyidikan oleh penyidik menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.Kata kunci: konservasi; tanah;
KEDUDUKAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA Tumian, Pratiwi Eka Putri
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kedudukan lembaga perlindungan saksi dan korban merupakan sebuah lembaga dalam penegakan hukum pidana di Indonesia dan apakah peran lembaga perlindungan  saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dismpulkan: 1. Kedudukan   Lembaga   Perlindungan   Saksi dan   Korban   (LPSK)   sebagai komponen sistem peradilan pidana yang memiliki fungsi penting dalam penegakan   hukum,   khususnya   memberikan   perlindungan   terhadap   saksi maupun korban, dalam rangka mendapatkan kebenaran materiel serta mewujudkan sistem peradilan pidana yang baik, seimbang dan adil. 2. Proses peradilan pidana, aparat keamanan LPSK memiliki peran sangat penting dalam sistem peradilam  pidana yang baik,  seimbang dan adil, yakni  sebagai sebuah  sistem yang memenuhi  perasaan  keadilan  masyarakat,  baik keadilan prosedural maupun keadilan  substansial. Peran LPSK tersebut adalah dengan melaksanakan   fungsi  perlindungan   terhadap  saksi  dan/atau  korban  tindak pidana,  sehingga proses penyidikan, pemmtutan maupun pemeriksaan di persidangan,  antara lain tidak mengalami kesulitan atau hambatan dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban guna mendapatkan alat bukti, karena saksi dan/atau korban dimaksud telah mendapatkan jaminan perlindungan yang diperlukanKata kunci: Kedudukan, Lembaga Perlindungan Saksi dan korban, Sistem Peradilan Pidana

Page 2 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue