cover
Contact Name
Laelatul Qodaryani
Contact Email
jsdlbbsdlp@gmail.com
Phone
+6285641147373
Journal Mail Official
jsdlbbsdlp@gmail.com
Editorial Address
Balai Besar penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Jln. Tentara Pelajar no 12, kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Ciwaringin, Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16114
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Sumberdaya Lahan
Core Subject : Agriculture,
Jurnal ini memuat artikel tinjauan (review) mengenai hasil-hasil penelitian yang telah diterbitkan, dikaitkan dengan teori, evaluasi hasil penelitian lain, dengan atau mengenai kebijakan. Ruang lingkup artikel tinjauan ini meliputi bidang: tanah, air, iklim, lingkungan pertanian, perpupukan dan sosial ekonomi sumberdaya lahan.
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 13, No 1 (2019)" : 5 Documents clear
Peran Purun Tikus (Eleocharis dulcis) sebagai Penyerap dan Penetral Fe di Lahan Rawa Pasang Surut Khairatun Napisah; Wahida Annisa
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (656.2 KB) | DOI: 10.21082/jsdl.v13n1.2019.53-59

Abstract

Abstrak. Lahan rawa pasang surut merupakan salah satu agroekosistem potensial untuk pengembangan pertanian, khususnya tanaman pangan. Kendala yang dihadapi antara lain yaitu: kemasaman tanah yang tinggi, ketersediaan unsur hara dalam tanah yang relatif rendah serta kandungan unsur beracun seperti Al, Fe dan H2S. Purun tikus (Eleocharis dulcis) merupakan tanaman hiperakumulator lahan rawa pasang surut yang memiliki kemampuan dalam menyerap atau menetralisir unsur-unsur meracun. Purun tikus memang memiliki kemampuan menyerap logam berat sebanyak 1% dari bobot keringnya atau setara dengan 1,560 mg kg-1 Fe. Secara umum tanaman hiperakumulator mampu mengakumulasi logam mencapai 11 % dari berat kering. Pada kondisi tergenang logam Fe dapat hilang dari larutan tanah melalui beberapa cara antara lain dengan pengendapan, terjerap pada permukaan liat atau Fe3+ oksida, teroksidasi menjadi Fe3+dan terbawa bersama air drainase. Abstract. Tidal swamp land is one of the potential agroecosystem for agricultural development, especially food plants. The found obstacles here are: high acidity of soil, the availability of nutrients in the soil is relatively low and the content of toxic elements such as Al, Fe and H2S. Purun tikus (Eleocharis dulcis) is a tidal swamp hyperacumulator plant that has the ability to absorb or neutralize poisonous elements. Purun Tikus has the ability to absorb heavy metals as much as 1% of the dry weight or equivalent to 1.560 mg kg-1 Fe. In general, hyperacumulator plants are able to accumulate metals reached 11% of dry weight. In the inundated conditions, Fe metal can be lost from the soil solution in several ways, among others by precipitation, absorbed on the clay surface or Fe3+ oxide, oxidized to Fe3+ and carried along with drainage water.
PERSPEKTIF PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI LAHAN RAWA LEBAK DANGKAL (KASUS DI KALIMANTAN SELATAN) Simatupang, Raylander Smith; Rina, Yanti
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (845.899 KB) | DOI: 10.21082/jsdl.v13n1.2019.1-15

Abstract

Abstrak. Lahan rawa lebak menjadi sangat penting dalam pembangunan pertanian, luasnya mencapai 13,28 juta ha. Lahan rawa lebak cukup potensial untuk komoditas tanaman hortikultura. Komoditas ini, dapat dikembangkan sebagai sumber protein dan gizi serta sebagai salah satu sumber pendapatan bagi petani yang berada di kawasan tersebut. Agrohidrologi lahan rawa lebak hampir sepanjang tahun mengalami genangan yang relatif dalam, sehingga sistem budidaya hanya dilakukan pada musim kemarau setelah lahan kering. Melalui penerapan inovasi teknologi, yakni penataan lahan dengan sistem surjan lahan rawa lebak dapat dioptimalkan pemanfaatannya khususnya untuk pengembangan tanaman hortikultura, dan sistem budidaya ini dapat dilakukan sepanjang tahun. Sesuai dengan umur tanamannya, tanaman hortikultura dibedakan atas: (1) tamanan hortikultura semusim, yakni jenis tamaman berumur satu musim seperti: cabai, tomat, terung, metimun, labu kuning, gambas, pare, kubis danlainnya, dan (2) tanaman hortikultura tahunan yakni tanaman berumur > 1 tahun (panjang) seperti tanaman jeruk manis (Siam) dan tanaman rambutan. Pengembangan lahan rawa lebak untuk tanaman hortikultura sudah dilakukan oleh petani secara turun temurun sebagai kearifan lokal (local wisdom) bagi petani suku Banjar di Kalimantan Selatan. Hasil analisis ekonomi, komoditas hortikultura jenis tanaman sayur-sayuran memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan petani, yakni berkisar28,8%-43,5% dan R/C rasionya > 1,0 sehingga budidaya tanaman sayur-sayuran layak dikembangkan. Penataan lahan dengan sistem surjan, tanaman hortikultura tahunan dapat ditanam pada bagian surjan. Tanaman jeruk siam sangat potensial dan memberikan kontribusi yang cukup besar yakni 18,71%-49,3% terhadap pendapatan petani.  
PENGEMBANGAN IRIGASI HEMAT AIR UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PERTANIAN LAHAN KERING BERIKLIM KERING Sutrisno, Nono; Heryani, Nani
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.726 KB) | DOI: 10.21082/jsdl.v13n1.2019.17-26

Abstract

Abstark. Lahan kering merupakan lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan pertanian masih  sangat luas. Diperlukan optimalisasi pertanian lahan kering agar dapat meningkatkan produksi pertanian menuju target jangka panjang menjadi lumbung pangan dunia. Kendala utama pada lahan kering beriklim kering adalah ketersediaan air yang terbatas, sehingga perlu optimalisasi penggunaan air dari sumber air yang tersedia, baik air permukaan (air sungai, embung/danau) maupun air tanah dalam, yaitu melalui irigasi hemat air. Irigasi hemat air dapat meningkatkan layaran irigasi, berarti dapat meningkatkan indeks pertanaman atau meningkatkan luas tanam sehingga produksi pertanian meningkat. Permasalahan irigasi hemat air dalam pengembangannya adalah dari sisi manajemen atau pengelolaannya, mulai dari pemeliharaan bangunan infrastruktur air dan sumber air sampai masalah pemanfaatan dan pendistribusian air. Teknologi irigasi hemat air yang diterapkan prinsipnya berdasarkan kebutuhan air minimum dalam tanah. Irigasi diberikan sesuai dengan kebutuhan minimum air tanaman yaitu lebih rendah dari kebutuhan yang biasa diberikan. Adanya masalah dalam pengembangan irigasi hemat air terkait sumber air yang melintasi wilayah berbeda memerlukan solusi yang tepat. Demikian juga dalam pemeliharaan bangunan infrastruktur air dan sumber air memerlukan perhatian bersama. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan atau membentuk kelembagaan petani baru yang mengurus pengelolaan air irigasi untuk mengatur penggunaan air irigasi, memelihara infrastruktur air dan memelihara sumber air serta mengurangi bahkan menghindari konflik perebutan penggunaan air pada saat air untuk tanaman diperlukan dan jumlah air terbatas dengan menerapkan conflict management.
Perbaikan Tanah untuk Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Pemupukan Berimbang dan Produktivitas Lahan Kering Masam Antonius Kasno
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.241 KB) | DOI: 10.21082/jsdl.v13n1.2019.27-40

Abstract

Abstrak. Potensi lahan kering masam tersedia cukup luas untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian, kendala utama tingkat kemasaman yang tinggi, hara makro primer dan sekunder rendah, C-organik rendah, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al dan Fe tinggi, sehingga menghambat ketersediaan hara, dan dapat berkumpul di daerah perakaran serta meracuni tanaman. Tanah masam lahan kering terletak pada kondisi yang berombak sampai bergelombang, sehingga penataan lahan berdasarkan konservasi tanah perlu dilakukan. Perbaikan tanah merupakan tindakan untuk mengurangi pengaruh kemasaman tanah, ketersediaan Al, dan Fe dengan memberikan bahan ameliorant seperti kapur pertanian, dolomit, bahan organik dan biochar. Penataan lahan dapat dilakukan dengan penanaman disesuaikan dengan kemiringan lahan, pembuatan teras, pengaturan saluran pembuangan air, dan perbaikan tanah di daerah perakaran juga perlu dilakukan. Pemupukan berimbang sangat efektif dan efisien dilakukan pada lahan kering masam yang sudah baik, dan kendala kemasaman diminimalis. Pemupukan berimbang dilakukan berdasarkan pada status hara tanah dan kebutuhan hara oleh tanaman. Abstract. The potential for acid upland is enough available to be developed into agricultural land, the main constraints are high acidity, low primary and secondary macro nutrients, low C-organic, cation exchange capacity and low base saturation. Al and Fe content are high, thus inhibiting nutrient availability, and can gather in rooting and poisoning plants. Upland acid soil is in a choppy to undulating condition, so land management based on soil conservation needs to be done. Soil improvement is an action to reduce the effect of soil acidity, availability of Al, and Fe by providing ameliorant materials such as agricultural lime, dolomite, organic matter and biochar. Land use planning can be done by planting in accordance with the slope of the land, making terraces, regulating the drainage system, and repairing the soil in the root zone. Balanced fertilization is very effective and efficient done on acidic upland that is already good, and minimizing acidity constraints. Balanced fertilization is based on soil nutrient status and nutrient requirements of the plant.
Pengelolaan Lahan Kering Beriklim Kering untuk Pengembangan Jagung di Nusa Tenggara Anny Mulyani; Mamat Haris Suwanda
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 13, No 1 (2019)
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jsdl.v13n1.2019.41-52

Abstract

Abstrak. Wilayah Nusa Tenggara mempunyai lahan kering beriklim kering seluas 4,9 juta ha dengan curah hujan <2.000 mm/tahun dan bulan kering 5-10 bulan, bersolum tanah dangkal dan berbatu. Sebagian lahan tersebut sudah dimanfaatkan menjadi lahan pertanian terutama jagung, akibatnya produktivitas tanaman jagung rendah dibandingkan potensi genetiknya, yaitu sekitar 2,5 ton/ha di NTT dan 5,3 ton/ha di NTB dibanding dengan potensi genetiknya 9 ton/ha. Sejak tahun 2010-2015, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah mengembangkan inovasi teknologi pengelolaan lahan kering beriklim kering dan berbatu di beberapa kabupaten di NTT dan NTB, meliputi penyediaan sumberdaya air (dam parit, embung, tampung renteng mini, sumur dangkal), pengenalan varietas unggul baru dan budidaya tanaman pangan. Pembelajaran yang diperoleh menunjukkan bahwa penyediaan air menjadi titik ungkit untuk meningkatkan indeks pertanaman dan produktivitas tanaman. Inovasi teknologi yang dibutuhkan petani adalah, mudah diterapkan, biaya murah, dan efisien tenaga kerja mendorong berlanjutnya teknologi tersebut meskipun progam tersebut telah selesai. Pada tahun 2014-2018 telah dilaksanakan kegiatan pertanian konservasi melalui dana hibah barang dan jasa yang dikelola FAO. Prinsip dasar pertanian konservasi terdiri atas 3 pilar, yaitu olah tanah terbatas berupa lubang olah permanen, penutupan permukaan tanah, rotasi/tumpangsari. Lubang tanam tersebut diberi pupuk kandang atau kompos, dan ditanami jagung pada 4 penjuru lubang, dan ditumpangsarikan dengan berbagai kacang-kacangan atau tanaman merambat seperti labu kuning yang berfungsi sebagai penutup tanah dan penghasilan tambahan dari kacang-kacangan berumur pendek. Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum dan sesudah implementasi pertanian konservasi menunjukkan bahwa pertanian konservasi dapat meningkatkan kesuburan tanah, retensi air dan meningkatkan produksi tanaman jagung. Abstract. The Nusa Tenggara region has upland area with dry climate of 4.9 million ha, less than 2,000 mm annual rainfall, 5-10 dry months, shallow and rocky soils. Some of the land has been used for agricultural development, especially corn, resulting in low corn productivity of around 2.5 tons / ha in NTT and 5.3 tons / ha in NTB as compared to it genetic potential 9 tons /ha. Since 2010-2015, Indonesian Agency of Agricultural Research and Development has developed innovation of soil management technology for upland with dry climates and and rocky soils in several districts in NTT and NTB. The innovation includes the provision of water resources (dam trenches, reservoirs, mini catchments, and shallow wells), introduction of new high yielding varieties and cultivation crops. The lessons learned show that water supply is the initial point to increase cropping index and crop productivity. Technological innovations needed by farmers are easy to implement, low cost, and labor efficient thereby encourage the continuation of the technology even though the program has been completed. In 2014-2018, conservation agriculture activities were carried out through grants of goods and services managed by Food Agriculture Organization (FAO). The basic principle of conservation agriculture consists of 3 pillars, namely limited tillage in the form of permanent planting holes, cover crops, rotation / intercropping. The planting hole is given manure or compost, and planted with corn in 4 corners, and intercropped with various nuts or vines such as pumpkin that serves as a soil cover and additional income from short-lived beans. Based on the results of soil analysis before and after the implementation of conservation agriculture, it shows that conservation agriculture can increase soil fertility, water retention and increase corn crop production.

Page 1 of 1 | Total Record : 5